PENYEBAB KEMUNAFIKAN DAN KEBANGKITAN INDONESIA

Nifaq merupakan salah satu sifat tercela dalam Islam. Orang yang melakukan nifaq disebut munafik. Ciri-ciri orang munafik bisa kita ketahui dari hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah dari Nabi Muhammad SAW, ''Jika berbicara selalu berdusta, jika berjanji selalu ingkar, dan jika dipercaya selalu berkhianat.'' (HR Bukhori).

**
Dari Abdullah bin 'Amr bahwasanya Nabi SAW bersabda, "Ada empat hal barangsiapa yang empat hal itu ada padanya maka ia adalah orang munafiq yang sebenarnya. Dan barangsiapa ada padanya satu bagian dari yang empat hal itu berarti ada padanya satu bagian dari kemunafiqan sehingga ia meninggalkannya, yaitu : 1. Apabila diberi amanat ia khianat, 2. Apabila berbicara ia berdusta, 3. Apabila berjanji menyelisihi dan 4. Apabila bertengkar ia curang". [HR. Bukhari juz 1, hal. 14]
**
Salah satu penyebab utama munculnya kemunafikan adalah KERAGUAN akan Islam. Dengan keraguan maka tidak akan pernah muncul kesungguhan dalam menjalankan Islam. Yang ada hanya sifat TOPENG dan juga sifat yang hanya mau melaksanakan hal yang menguntungkan saja

Kita yakin kita bisa. Mari bangkit dari kemalasan, kemiskinan dan kesia-siaan. Selamat Hari Kebangkitan Nasional.

SEJARAH PENETAPAN HARI KEBANGKITAN NASIONAL (HARKITNAS)
Ketika Kabinet Hatta (1948-1949) mendapat serangan balik dari pelaku Kudeta 3 Juli 1946, yakni Tan Malaka dan Mohammad Yamin dalam pembelaannya di Pengadilan Negeri, Kabinet Hatta mencoba mengadakan Hari Kebangkitan Nasional. Hal ini diakibatkan pembealaan Tan Malaka dan Mohammad Yamin diangkat di media massa cetak maupun radio, dinilai oleh Kabinet Hatta akan menumbuhkan perpecahan bangsa yang sedang menghadapi Perang Kemerdekaan.

Guna menghindarkan perpecahan tersebut, Kabinet Hatta merasa perlu membangkitkan kembali kesadaran sejarah nasional melawan penjajah. Untuk tujuan tersebut, diperlukan penentuan tanggal awal dan organisasi apa yang memelopori timbulnya gerakan kebangkitan nasional pada abad ke-20M. Tampaknya dipilihlah organisasi yang telah mati, Boedi Oetomo. Jadi, bukan organisasi sosial pendidikan Islam atau organisasi partai politik lainnya yang masih eksis dan tetap berjuang membela Proklamasi 17 Agustus 1945.

Diputuskanlah Boedi Oetomo. Tanggal berdirinya 20 Mei dijadikan sebagai hari kebangkitan Nasional (Harkitnas). Bukan Serikat Dagang Islam, 16 Oktober 1905, bukan pula Serikat Islam serta bukan Perserikatan Muhammadiyah, 18 November 1912. Tidak juga Persatuan Islam, 12 September 1923, Atau Nadlatul Ulama, 31 Januari 1926. Walaupun organisasi-organisasi Islam ini berakar dan berpengaruh besar pada mayoritas rakyat Indonesia dan hingga sekarang ini masih berperan aktif dalam pembangunan bangsa, negara, dan agama.

Dengan kata lain, seluruh organisasi Islam tersebut masih hidup dan memberikan kontribusi yang besar dalam mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945 dan mengakar di tengan rakyat hingga sekarang. Namun akibat deislamisasi dalam pemilihan peristiwa sejarahnya, hari jadi Budi Utomo yang tidak berkelanjutan sejarahnya, ditetapkan sebagai Harkitnas.

Budi Utomo selain sebagai kumpulan elite bangsawan, juga sebagai penganut Keadjawen yang tidak sejalan dengan agama Islam yang dianut oleh mayoritas orang Jawa sendiri. Apalagi Islam sebagai agama mayoritas bangsa Indonesia. Budi Utomo sebagai gerakan ekslusif yang menentang gerakan nasional pada zamannya.

Keputusan Kabinet Hatta bila ditinjau dari fakta sejarah, terjadi deislamisasi dasar pemikiran keputusan sejarahnya dan a-historis. Apakah keputusan tersebut merupakan tindak lanjut dari keputusan tidak diakuinya kembali eksitensi empat puluh kekuasaan politik Islam atau kesultanan di Indonesia yang pernah hidup berabad-abad, jauh sebelum Proklamasi 17 Agustus 1945, berdasarkan Maklumat Presiden Nomor 1 Tahun 1946?

Tidakkah jauh sebelum Proklamasi di Nusantara Indonesia telah terdapat empat puluh kekuasaan politik Islam atau kesultanan ?. Namun dengan adanya Maklumat Presiden Nomor 1 Tahun 1946, hilanglah partisipasi politiknya dalam lembaga eksekutif. Sebenarnya, secara historis, Maklumat Presiden Nomor 1 tahun 1946 juga bertentangan dengan keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-11 di Banjarmasin pada 19 Rabiul Awal 1355 H, yang menyatakan sesungguhnya negara Indonesia dinamakan negara Islam karena telah dikuasai sepeuhnya oleh Orang Islam. Walaupun pernah direbut oleh kaum penjajah kafir, tetap namanya negara Islam.

Keputusan Kabinet Presiden tersebut, tidak sejalan dengan UUD 1945 Bab IX Pasal 29 Butir satu, tentang dasar negara. Walaupun judulnya agama, isinya masalah dasar agama. Dinyatakan bahwa negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Wahid Hasjim dari Nahdlatul Ulama, sebagai salah seorang dari kelima Perumus Pancasila dan UUD 1945, pada 10 Ramadhan 1346 atau 18 Agustus 1945, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan dasar negara Ketuhanan Yang Maha Esa di bawah judul Agama, secara tersirat adala Islam. Hal ini karena agama-agama non-Islam meyakini adanya Trimurti untuk Hindu dan Trinitas untuk Protestan dan Katolik.

Kebijakan politik pemerintah RI tersebut berdampak pada dasar pemahaman dan pemikiran sejarah kebangkitan nasional Indonesia pada abad ke-20 M, yang seakan tidak lagi dipelopori oleh Islam. Hal ini diikuti pula dengan kesalahan keputusan penentuan hari-hari bersejarah lainnya. Hari pendidika Nasional, jatuh pada hari kelahiran Ki Hajar Dewantara pendiri Taman Siswa, 1922 M. Bukan pada hari kelahiran Kiai Hajdi Achmad Dachlan atau tanggal berdirinya Perserikatan Muhammadiyah, 18 November 1912

Artikel Terkait