Assalamu'alaykum Wr. Wb.
Dalam tulisan kali ini, saya mengajak
kita semua merenung mengenai hakikat diri masing-masing, tanpa bermain ayat dan
tanpa harus bersusah payah berpikir dengan semua dalil dan teori yang
memusingkan kepala. Saya mencoba memperkenalkan metode pengenalan diri melalui
nama surah (khususnya 5 surah pertama) dari al-Qur’an dengan semua
kesederhanaan kalimatnya. Semoga bermanfaat.
Surah pertama dalam al-Qur’an adalah
al-Fatihah, surah ini juga dikenal sebagai surah pembuka, ummul Qur’an, surah 7
ayat berulang dan sebagainya. Inilah inti dari al-Qur’an, tanpa surah ini maka
sebuah kitab tidak bisa disebut al-Qur’an, tanpa membaca surah ini pula maka
tidak syah sholat seorang muslim bahkan tanpa membaca surah ini pula menurut
perhitungan matematis Dr. Rasyad Khalifah (lihat : www.submission.org/salat19.html) berarti seorang
muslim sudah menghilangkan kata sandi senilai 608, karena setiap huruf dalam
al-Fatihah memiliki nilai tersendiri.
Setiap manusia, siapapun itu didalam
sejarah hidupnya pasti melalui surah al-Fatihah, artinya kita-kita ini pasti
pernah memulai dari awal, dari dasar. Apa awal dari manusia ? nutfahkah ?
mungkin jawaban ini benar, tetapi nutfah adalah pembentuk awal kemanusiaan dan
bukan awal dari manusia itu sendiri. Awal kehidupan manusia dimulai sejak ia
dilahirkan ibunya kedunia ini. Detik pertama dia menghirup udara maka detik
itupulalah sejarah manusia tersebut dimulai.
Bahkan seorang ‘Isa al-Masih yang
proses kejadiannya tampak begitu istimewa, tidak terkecuali untuk memulai hidupnya
dari seorang bayi merah. Sama seperti yang lain. (lihat rujukan Qs. Ali Imran 3
ayat 59)
Dari surah ini kita diajar banyak hal,
bahwa semua ayat baik yang panjang maupun yang pendek didalam al-Qur’an
akhirnya akan kembali pada surah al-Fatihah, karena dalam surah inilah semua
pujian dan doa serta pentauhidan Tuhan terintegrasi menjadi satu.
Begitupula manusia, dia hakekatnya
adalah bayi, semua kedudukan sosial serta harta benda yang ia miliki akan
kembali pada kekerdilan dirinya dimata sang Khaliq yang serba Maha.
Sosok manusia tidak ubahnya bagaikan
bulatan kecil bumi ditengah samudra galaksi yang Maha Luas dan tak hingga
(alpha dan omega). Kenapa manusia masih banyak yang berlaku sombong atas semua
yang dia miliki ? Dilihat secara ultraviolet, manusia itu telanjang, tanpa
pakaian, tanpa kedudukan, tanpa apa-apa. Begitulah kira-kira cara Tuhan
memandang kita (lihat rujukan Surah al-A’raaf 7 ayat 26)
Jikapun kita berkuasa, apakah iya kita
berkuasa atas nafas kita ? atas udara yang kita hisap ? apa iya kita berkuasa
atas setan yang ada didiri kita ? – Rasanya kok nggak ya.
Bahkan satu contoh yang paling ringan
bahwa kita tidak berkuasa untuk menahan rasa kebelet untuk buang air. Maka
nikmat Tuhan yang manakah yang akan kita dustakan ? (lihat rujukan Surah
an-Najm 53 ayat 55)
Artinya, semua anggota tubuh kita ini
bukanlah milik kita, apalagi harta dan kedudukan. Kita ini bayi, kita ini
al-Fatihah, seharusnya kita menjadi ayat yang berfungsi sebagai pujian terhadap
Allah, sebagai alat pengabdian, penyebar petunjuk bagi orang lain kepada jalan
yang lurus sekaligus penolak pada nilai-nilai kebatilan, keterpurukan dan
kesesatan.
Surah kedua adalah al-Baqarah, yang
secara harfiah berarti Sapi Betina.
Seorang bayi yang baru lahir, dia memerlukan asupan susu, entah itu berupa ASI atau susu olahan.
Seorang bayi yang baru lahir, dia memerlukan asupan susu, entah itu berupa ASI atau susu olahan.
Jika sebagai penyambung al-Fatihah
tertulis al-Baqarah, ini tidak serta merta satu petunjuk bahwa seorang bayi
harus minum susu sapi.
Penyebutan sapi betina merujuk pada
satu kebutuhan yang ada pada seorang bayi, dia perlu kehangatan, dia perlu
nutrisi awal, nutrisi satu-satunya yang bisa ia cerna, karena tidak mungkin dia
bisa mengkonsumsi coca cola atau fanta, dia perlu susu, perlu hal yang putih,
bersih dan sehat.
Inilah gambaran kita, membutuhkan
nilai-nilai yang lurus, yang bisa memenuhi gizi kejiwaan sebagai satu-satunya
sumber asupan yang bisa kita terima agar bisa tumbuh menjadi kepribadian yang
dewasa dan tangguh.
Kita perlu nilai-nilai yang sehat dan
benar untuk sampai pada satu pemahaman tertentu, hati dan niat ini harus bersih
dan akal kita harus bisa berpikir realistis obyektif. Inilah makna ayat
al-Qur’an : hendaklah engkau berlaku adil, jangan karena kebencianmu pada
sesuatu hal membuatmu gelap mata, membuatmu menjadi subyektif. (Lihat rujukan
Surah al-Maidah 5 ayat 8).
Surah al-Baqarah merupakan satu-satunya
surah terpanjang didalam al-Qur’an, ini merefleksikan bahwa manusia itu akan
terus memerlukan nilai-nilai yang bersih dan sehat tadi sepanjang masa, tidak
ada batasan, karenanya Nabi bersabda : menuntut ilmu itu wajib bagi seorang
muslim sampai ia mendatangi kuburnya sendiri.
Selanjutnya surah al-Baqarah disambung
dengan ali Imran dan an-Nisaa’, masing-masing mewakili kedua orang tua kita,
yang satu laki-laki dan yang lainnya wanita. Bahwa didalam hidup, kita tidak
hanya membutuhkan nilai tetapi juga memerlukan bantuan lingkungan disekitar
kita, butuh keberadaan sosok bapak dan ibu yang membuat kita menjadi aman,
tentram dan damai. Secara lebih luas, kita perlu melakukan interaksi dengan
semua komponen masyarakat (pria dan wanita pada ali Imron dan an-Nisaa’
menggambarkan adanya keragaman).
Kita tidak bisa hidup sendiri, kita adalah makhluk sosial yang saling berinteraksi antar sesama kita (lihat rujukan Surah al-Hujuraat 49 ayat 13).
Kita tidak bisa hidup sendiri, kita adalah makhluk sosial yang saling berinteraksi antar sesama kita (lihat rujukan Surah al-Hujuraat 49 ayat 13).
Orang yang hanya mau bergaul dengan
sekelompok kaum tertentu saja, bertaklid pada satu jemaah tertentu dan
meninggalkan kaum atau jemaah yang lainnya sama seperti seorang anak yang hanya
memerlukan ibunya saja atau bapaknya saja, dan jelas ini satu kepincangan.
Bersikaplah yang wajar, bergaullah
dengan semua komponen masyarakat tanpa membedakan apakah mereka sama jemaahnya
dengan kita, sama jalan pemikirannya dengan kita atau sebaliknya. Apalagi jika
ini menyangkut hubungan sesama muslim, malah al-Qur’an berkata, satukan
hubungan yang retak antar sesama saudaramu seiman, jauhi prasangka yang jahat
kepadanya (lihat rujukan Surah al-Hujuraarat 49 ayat 12).
Surah kelima, surah al-Maaidah yang
berarti hidangan.
Hidangan disini adalah suatu sajian makanan, seorang bayi dia memerlukan asupan susu dan belaian kasih sayang kedua orang tuanya, seorang manusia perlu belajar nilai-nilai kebenaran yang obyektif dan melakukan silaturahhim terhadap sesamanya, dan dia perlu berbagi.
Hidangan disini adalah suatu sajian makanan, seorang bayi dia memerlukan asupan susu dan belaian kasih sayang kedua orang tuanya, seorang manusia perlu belajar nilai-nilai kebenaran yang obyektif dan melakukan silaturahhim terhadap sesamanya, dan dia perlu berbagi.
Saat sudah menjelang dewasa usia, kita
tidak lagi menjadi bayi, kebutuhan gizi kita sudah lebih besar dari susu putih
didalam botol. Kita menuntut menu lain, kita mulai belajar memakan makanan yang
lebih keras, lebih kejal dan lebih berasa.
Semakin kita banyak belajar dan
berinteraksi maka kepribadian kita seharusnya semakin meningkat, semakin
menuntut lebih banyak dari sebelumnya, semakin kita belajar semakin kita merasa
ilmu ini teramat sedikit, semua kekayaan pemikiran, khasanah pengetahuan harus
bertambah demikian juga dengan ketakwaan maupun kesederhanaan jiwa.
Inilah inti dari sabda Nabi :
Sesungguhnya siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin maka dia orang
yang beruntung, tetapi orang yang hari ini lebih buruk dari sebelumnya maka dia
termasuk orang yang merugi (lihat rujukan Surah al-Ashar 103 ayat 1 s/d 3).
Masihkah kita belum mengnal siapa diri
kita sejauh ini ?
Haruskah pembahasan ini dilanjutkan pada surah-surah lainnya ?
Untuk sementara ini, biarlah tulisan ini berhenti sampai disini agar dapat direnungkan dan mencari kedalam inti diri …
siapa aku ?
Haruskah pembahasan ini dilanjutkan pada surah-surah lainnya ?
Untuk sementara ini, biarlah tulisan ini berhenti sampai disini agar dapat direnungkan dan mencari kedalam inti diri …
siapa aku ?
Wassalam,