TUJUAN PENERAPAN AKUNTANSI SYARIAH DALAM EKONOMI



Menurut Adnan (2005), tujuan akuntansi dapat dibuat dalam dua tingkatan. Yang pertama adalah tingkatan ideal, dan yang kedua adalah tingkatan praktis. Pada tingkatan ideal maka semestinya yang menjadi tujuan ideal laporan keuangan adalah pertanggungjawaban muammalah kepada Sang Pemilik  yang  hakiki,  Allah  SWT.  Dimana  hal  tersebut  ditransformasikan dalam bentuk pengamalan apa yang menjadi sunnah dan syariah-Nya. Dengan kata  lain,  akuntansi  harus  terutama  berfungsi  sebagai  media  penghitungan zakat  karena
merupakan bentuk manifestasi kepatuhan seorang  hamba atas perintah Sang Empunya. Sedangkan pada tataran pragmatis barulah diarahkan kepada upaya untuk menyediakan informasi kepada stakeholder dalam mengambil keputusan-keputusan ekonomi.
Menurut Syahatah, seperti yang dikutip oleh Kusmawati (2005), selain memiliki tujuan utamanya yakni media penghitungan zakat, tujuan akuntansi syariah dapat didampingi oleh tujuan-tujuan praktis yang tentu saja tidak bertentangan  dengan  syari ah,  diantaranya:  memelihara  harta;  membantu dalam pengambilan keputusan; menentukan dan  menghitung hak-hak mitra berserikat; menentukan imbalan, balasan, atau sanksi.
 


Asumsi Dasar Laporan Keuangan Syariah

Menurut Adnan (2005), dibandingkan dengan asumsi dasar yang dipakai oleh Kerangka dasar penyusunan Laporan Keuangan dengan menganut kepada apa yang dipakai oleh International Accounting Standards Committee (IASC), maka kerangka dasar akuntansi konvensional secara eksplisit  memakai dua asumsi dasar,  yakni dasar  Akrual (Accrual basis) dan kelangsungan usaha (going concern). Sedangkan asumsi dasar yang dipakai dalam kerangka dasar versi The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions   (AAO-IFI)   terdiri   dari   empat   hal   seperti   yang   dijelaskan Kusmawati   (2005)   dengan   mengutip   pendapat   Rosjidi   (1999)   yang menjelaskan keempat konsep tersebut sebagai berikut:
2.7.1.     Entitas Bisnis (The accounting unit concept)

Perusahaan dianggap  sebagai entitas ekonomi dan  hukum terpisah dari pihak-pihak  yang berkepentingan atau  para pemiliknya secara pribadi.
2.7.2.     Kesinambungan (The going concern concept)

Berdasarkan konsep ini, suatu entitas dianggap akan berjalan terus, apabila  tidak  terdapat  bukti  sebaliknya.  Ali  bin  Abi  Thalib  juga pernah berkata; berusahalah untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya dan berusahalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati esok hari. Tentu saja pengaplikasiannya ditujukan untuk menghitung zakat.
2.7.3.     Periode Akuntansi (The periodicity concept)

Dalam Islam, ada hubungan erat antara kewajiban membayar zakat dengan  periode  akuntansi.  Karena  itu  periode  ini  cukup  penting sebagai asumsi dasar laporan keuangan.
2.7.4.     Stabilitas Daya Beli Unit Moneter (The stability of the purchasing power of the monetary unit)
Mempertimbangkan   bahwa   uang   yang   biasa   dipahami   dalam akuntansi konvensional rentan terhadap ketidakstabilan, maka satuan moneter yang memenuhi syarat postulat ini adalah mata uang emas dan perak. Tetapi hal ini tidak dapat dipenuhi dikarenakan sangat sulit sekali menerapkan mata uang tersebut. Paling tidak sampai  sekarang penghitungan nisab zakat tetap menggunakan ukuran nisab emas (terutama  bagi  yang  dianalogikan  dengannya,  bukan  untuk  objek zakat yang telah ditentukan nisabnya).


Prinsip Akuntansi Syariah

Prinsip yang melandasi Akuntansi Syariah tentu berbeda dengan Akuntansi Konvensional dikarenakan tujuan akuntansi yang berbeda. Seperti yang telah diterangkan sebelumnya, perbedaan ini menyebabkan adanya perbedaan prinsip yang melandasi Akuntansi Syariah dan Konvensional seperti yang digambarkan Adnan (2005) sebagai berikut:

Tabel 2.1 Ringkasan Perbedaan Prinsip yang Melandasi

Akuntansi Syari ah dan Konvensional


Akuntansi Konvensional
Akuntansi Syari ah
Postulat
Entitas
Pemisahan antara bisnis dan
pemilik
Entitas didasarkan pada bagi
hasil
Postulat Going
Concern
Kelangsungan bisnis secara terus
menerus, yaitu didasarkan pada
realisasi keberadaan aset
Kelangsungan usaha tergantung
pada persetujuan kontrak antara
kelompok yang terlibat dalam aktivitas bagi hasil
Postulat
Periode
Akuntansi
Tidak dapat menunggu sampai
akhir kehidupan perusahaan
dengan mengukur keberhasilan aktivitas perusahaan
Setiap tahun dikenai zakat,
kecuali untuk produk pertanian
yang dihitung setiap panen
Postulat Unit
Pengukuran
Nilai Uang
Kuantitas nilai pasar digunakan
untuk menentukan zakat
binatang, hasil pertanian dan emas
Prinsip
Penyingkapan
Penuh
Bertujuan untuk mengambil
keputusan
Menunjukkan pemenuhan hak
dan kewajiban kepada Allah,
masyarakat dan individu
Prinsip
Obyektivitas
Reliabilitas pengukuran
digunakan dengan dasar bias personal
Berhubungan erat dengan
konsep ketaqwaan, yaitu pengeluaran materi maupun non materi untuk memenuhi kewajiban
Prinsip Materi
Dihubungkan dengan
kepentingan relatif mengenai
informasi pembuatan keputusan
Berhubungan dengan
pengukuran dan pemenuhan
tugas/ kewajiban kepada Allah, masyarakat dan individu
Prinsip
Konsistensi
Dicatat dan dilaporkan menurut
pola GAAP
Dicatat dan dilaporkan secara
konsisten sesuai dengan prinsip yang dijabarkan oleh syari ah
Prinsip
Konservatisme
Pemilihan teknik akuntansi yang
sedikit pengaruhnya terhadap
pemilik
Pemilihan teknik akuntansi
dengan memperhatikan dampak
baiknya terhadap masyarakat
Sumber:  M.  Akhyar  Adnan,  Akuntansi  Syariah  (Arah,  Prospek  dan  Tantangannya),
(Yogyakarta: UII press, 2005) hal. 73







Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan Syariah

Menurut Adnan (2005), karakteristik kualitatif akuntansi syariah dengan akuntansi   konfensional,   tampak   ada   kesamaan   yang   sangat   menonjol. Kalaupun ada perbedaan maka ini lebih kepada penekanan dan urutan proritas belaka. Berikut ini Kusmawati (2005) menjelaskan masing-masing karakter:
2.9.1.    Dapat dipahami (understandabilily) artinya dapat membantu atau memberi   kesempatan   kepada   para   pemakai   informasi   untuk memahami maknanya;
2.9.2.     Tepat   waktu   (timeliness)   artinya   kualitas   informasi   yang   siap digunakan oleh para pemakainya, sebelum kehilangan makna dan kapasitasnya;
2.9.3.     Keandalan  (realiability)  artinya  kualitas  informasi yang  menjamin bahwa informasinya bebas dari kesalahan dan penyimpangan (error dan bias) serta telah dinilai dan disajikan secara layak sesuai dengan tujuannya;
2.9.4.     Penyajian yang jujur (representation faithfulness) artinya kesesuaian antara pengukuran akuntansi dengan fenomenanya, yang menentukan bahwa   pokok   persoalannya   harus   terwakili   untuk   menjamin keabsahan dan kebenaran informasinya;
2.9.5.     Daya   banding   (comparability)   artinya   kualitas   informasi   yang bermanfaat bagi para pemakainya untuk mengidentifikasi informasi yang berbeda atau sejenis antara dua kesatuan entitas ekonomi;

2.9.6.     Kelengkapan   (completeness)   artinya   informasi   yang   disajikan termasuk semua informasi yang dibutuhkan untuk memenuhi tujuan laporan keuangan.


Artikel Terkait