Teori penetapan tujuan (goal setting theory) yaitu model individual yang menginginkan untuk memiliki tujuan, memilih tujuan dan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan-tujuan ini (Birnberg dalam Budiharjo, 2008). Teori penetapan tujuan berasumsi bahwa individu berkomitmen terhadap sasaran, artinya bertekad untuk tidak menurunkan/meninggalkan sasaran, hal tersebut paling besar kemungkinan untuk terjadi bila sasaran itu ditentukan sendiri dan bukannya ditugaskan. Namun menurut Robbins (2006) dalam kasus lain, individu justru akan memiliki kinerja terbaik jika ditugasi oleh atasannya.
Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri/diwajibkan oleh organisasi sebagai satu kebijakan (Wangmuba dalam Ramandei, 2009). Selain itu, sasaran yang ditentukan dengan umpan balik akan menghasilkan kinerja yang lebih tinggi dibandingkan tidak ada umpan balik.
Locke (1968) dalam Robbins (2006) mengatakan bahwa niat untuk bekerja menuju sasaran merupakan sumber utama dari motivasi kerja. Artinya, sasaran memberitahu karyawan apa yang perlu dikerjakan dan berapa banyak upaya yang harus dilakukan. Teori penetapan tujuan menunjukkan sasaran yang sulit dan spesifik menghasilkan tingkat kinerja yang lebih tinggi daripada tanpa sasaran (Robbins, 2006). Artinya jika individu bekerja berdasarkan peraturan yang ditetapkan organisasi, maka usaha untuk mencapai tujuan tersebut juga besar.
Locke (1968) dalam Robbins (2006) mengatakan bahwa niat untuk bekerja menuju sasaran merupakan sumber utama dari motivasi kerja. Artinya, sasaran memberitahu karyawan apa yang perlu dikerjakan dan berapa banyak upaya yang harus dilakukan. Teori penetapan tujuan menunjukkan sasaran yang sulit dan spesifik menghasilkan tingkat kinerja yang lebih tinggi daripada tanpa sasaran (Robbins, 2006). Artinya jika individu bekerja berdasarkan peraturan yang ditetapkan organisasi, maka usaha untuk mencapai tujuan tersebut juga besar.
Peraturan akan lebih memperbesar kemungkinan untuk mencapai tujuan jika tujuan yang ditentukan sesuai dengan nilai-nilai karyawan. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka diasumsikan bahwa untuk mencapai kinerja yang baik harus ada kesesuaian antara tujuan organisasi dan tujuan individu. Biasanya tujuan organisasi telah diatur dalam peraturan-peraturan organisasi, sedangkan tujuan individu disesuaikan dengan motivasi tertentu yang dipengaruhi oleh faktor individu.
Implikasi teori tersebut terhadap penelitian ini dipertimbangkan dapat menjelaskan hubungan antara variabel, dengan asumsi bahwa faktor-faktor individu dan kepatuhan pada peraturan dapat meningkatkan komitmen organisasi, peran manajer pengelolaan keuangan dan kinerja manajerial satuan kerja perangkat daerah.