Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah berlaku untuk daerah-daerah tingkat I dan II. Pembentukan dan pengelolaannya disesuaikan dengan tata cara yang berlaku pada pemerintahan pusat.
Pendapatan
Daerah tingkat I antara lain terdiri dari pajak daerah tingkat I (pajak izin
penangkapan ikan , pajak sekolah), pajak pusat diserahkan kepada daerah tingkat
I, antara lain : Pajak Rumah Tangga, Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor, opsen (opsen atas Pajak Kekayaan, opsen atas cukai bensin),
retribusi (antara lain Retribusi izin pengambilan pasir, batu, kerikil, kapur,
gamping, batu karang), subsidi daerah otonomi. Daerah tingkat II mendapatkan
penghasilan dari berbagai pajak daerah (antara lain Pajak Tontonan, pajak
reklame, pajak anjing dan lain-lain), pajak pusat (antara lain pajak radio, pajak bangsa asing, pajak
pembangunan I dan sebagainya), sumbangan daerah otonom, Ipeda. Belanjanya adalah sesuai dengan ruang lingkup kegiatan
yang menjadi tugas di daerahnya.
Dalam UU No 33 pasal 1 ayat 17,
menyebutkan bahwa APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang
dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD dan ditetapkan
dengan Peraturan Daerah. APBD merupakan rencana keuangan tahunan daerah, dimana
disatu sisi menggambarkan anggaran pengeluaran guna membiayai kegiatan-kegiatan
dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun anggaran dan disisi lain
menggambarkan penerimaan daerah guna membiayai pengeluaran yang telah
dianggarkan.
APBD merupakan dokumen anggaran
tahunan, maka seluruh rencana penerimaan dan pengeluaran Pemerintah Daerah yang
akan dilaksanakan pada satu tahun anggaran dicatat dalam APBD. Dengan demikian
APBD dapat menjadi cerminan kinerja dan kemampuan Pemerintah Daerah
dalam membiayai dan mengelola penyelenggaraan pemerintah dan pelaksanaan
pembangunan di daerah masing-masing pada satu tahun anggaran.
(Kiflimansyah,2001: 319)
Anggaran daerah pada hakekatnya
merupakan salah satu alat yang memegang peranan penting dalam rangka
meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan
otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Dengan demikian maka
APBD harus benar-benar dapat mencerminkan kebutuhan masyarakat dengan
memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Atas dasar tersebut,
penyusunan APBD hendaknya mengacu pada norma-norma
dan prinsip anggaran sebagai berikut (Nirzawan, 2001:79) :
a. Transparansi dan
Akuntabilitas Anggaran
Transparansi tentang
anggaran daerah merupakan salah satu persyaratan untuk mewujudkan pemerintahan
yang baik, bersih dan bertanggungjawab. Mengingat anggaran daerah merupakan
salah satu sarana evaluasi pencapaian kinerja dan tanggung jawab pemerintah
mensejahterakan masyarakat, maka APBD harus dapat memberikan informasi yang
jelas tentang tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari
suatu kegiatan atau proyek yang dianggarkan. Selain itu setiap dana yang
diperoleh, penggunaannya harus dapat dipertanggung jawabkan.
b. Disiplin Anggaran
Anggaran yang disusun
harus dilakukan berlandaskan azas efisiensi, tepat guna, tepat waktu dan dapat dipertanggung
jawabkan. Pemilihan antara belanja yang bersifat rutin dengan belanja yang
bersifat pembangunan / modal harus diklasifikasikan secara jelas agar tidak
terjadi pencampuradukan kedua sifat anggaran yang dapat menimbulkan pemborosan
dan kebocoran dana. Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang
terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan,
sedangkan belanja yang dianggarkan pada setiap pos / pasal merupakan batas
tertinggi pengeluaran belanja.
c.
Keadilan Anggaran
Pembiayaan pemerintah
dapat dilakukan melalui mekanisme pajak dan retribusi yang dipikul oleh segenap
lapisan masyarakat, untuk itu pemeintah daerah wajib mengalokasikan
penggunannya secara adil agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat
tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan.
d. Efisiensi dan Efektivitas
Anggaran
Dana yang tersedia harus
dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat. Oleh karena
itu untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran, maka
dalam perencanaan perlu ditetapkan secara jelas tujuan, sasaran, hasil dan
manfaat yang akan diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang
diprogramkan.
e.
Format Anggaraan
Pada dasarnya APBD
disusun berdasarkan format anggaran defisit (defisit budget format). Selisih
antara pendapatan dan belanja mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit
anggaran. Apabila terjadi surplus, daerah dapat membentuk dana cadangan, sedangkan
bila terjadi defisit, dapat ditutupi melalui sumber pembiayaan pinjaman dan
atau penerbitan obligasi daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
Anggaran
Pendapatan dan Belanja daerah (APBD) disusun dengan pendekatan kinerja dan
ditetapkan dengan Peraturan Daerah paling lambat 1 (satu) bulan setelah APBN
ditetapkan, demikian juga halnya dengan perubahan APBD ditetapkan dengan
Peraturan Daerah selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun
anggaran. Sedangkan perhitungan APBD ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan
setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan. APBD yang disusun dengan
pendekatan kinerja tersebut memuat hal-hal sebagai berikut (Nirzawan, 2001:81)
:
1)
Sasaran yang ditetapkan menurut fungsi belanja.
2)
Standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya
satuan komponen kegiatan yang bersangkutan.
3)
Bagian pendapatan APBD yang membiayai belanja
administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal /
pembangunan.