TEORI DAN HIPOTESIS NILAI PEMASARAN

Situasi  pasar  saat  ini  semakin  kompetitif  dengan  persaingan  yang semakin   meningkat   pula   diantara   para   produsen.   Menurut   Hermawan Kartajaya (2004: 144), brand merupakan nilai utama pemasaran. Jika situasi persaingan meningkat, peran pemasaran akan makin meningkat pula dan pada saat yang sama peran brand akan semakin penting.

Dengan  demikian,  brand  saat  ini  tak  hanya  sekedar  identitas  suatu produk saja dan hanya sebagai pembeda dari produk pesaing, melainkan lebih dari itu, brand memiliki ikatan emosional istimewa yang tercipta antara konsumen  dengan  produsen.  Pesaing  bisa  saja  menawarkan  produk  yang mirip, tapi mereka tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama.

Pasar telah dibanjiri berbagai jenis barang yang diproduksi massal, akibatnya konsumen pun menghadapi terlalu banyak pilihan produk, namun sayangnya informasi   tentang kualitas-kualitas produk yang ada di pasaran sangat minimum sekali. Dalam kondisi seperti itu, produsen   harus punya keahlian   untuk   memelihara,   melindungi,   dan   meningkatkan   kekuatan mereknya  sebab  pada  saat  brand  equity  sudah  terbentuk,  maka  ia  akan menjadi aset yang sangat berharga sekali bagi perusahaan.

Simamora  (2001:  66),  dalam  bukunya  ”Remarketing  for  Business Recovery,  Sebuah  Pendekatan  Riset”  mengatakan  brand  equity  adalah kekuatan merek atau kesaktian merek yang memberikan nilai kepada konsumen. Dengan brand equity, nilai total produk lebih tinggi dari nilai produk sebenarnya secara obyektif. Ini berarti, bila brand equity-nya tinggi, maka  nilai  tambah  yang  diperoleh  konsumen  dari  produk  tersebut  akan semakin tinggi pula dibandingkan merek-merek produk lainnya.

Karena hal itu, pada akhirnya brand akan mampu menjadi sumber daya saing yang bisa berlangsung lama dan bisa menjadi penghasil arus kas bagi perusahaan dalam jangka panjang (Janita, 2005: 18). Produk yang telah memiliki brand yang kuat akan sulit ditiru. Lain dari produk yang bisa dengan mudah ditiru oleh pesaing, sebuah brand yang kuat akan sulit ditiru karena persepsi konsumen atas nilai suatu brand tertentu itu tidak akan mudah diciptakan. Dengan brand equity yang kuat, konsumen memiliki persepsi akan mendapatkan nilai tambah dari suatu produk yang tak akan didapatkan dari produk-produk lainnya.

Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang mereka miliki dengan pihak lain (Kotler, 1997 : 13). Pemasaran merupakan   kegiatan   manusia   yang   diarahkan   pada   usaha   untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan melalui proses pertukaran (Swasta, 2000 : 5). Berdasarkan definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan proses sosial dan manajerial, baik pada individu dan  kelompok  yang  berusaha  memuaskan  keinginan  dan  kebutuhan melalui proses pertukaran.

Perusahaan  yang  sukses  harus  memikiran  strategi-strategi pemasaran yang lebih baik dari pesaingnya untuk memuaskan konsumen sasarannya. Jadi, strategi pemasaran harus disesuaikan dengan kebutuhan kosumen dan memperhitungkan pula strategi pesaing. Menurut Freddy Rangkuti yang dikutip dari Humdiana (2005: 43), dalam mengembangkan strategi  pemasaran  produsen  harus  menghadapi  keputusan  pemberian merek  (branding).  Pemberian  merek  merupakan  masalah  utama  dalam strategi produk.

Artikel Terkait