TEORI DAN DEFINISI BRAND EQUITY

Menurut Aaker (1997), brand equity adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan (Humdiana,

2005: 43).

Simamora berpendapat brand equity adalah kekuatan merek atau kesaktian merek yang memberikan nilai kepada konsumen (Simamora, 2001: 67). Brand Equity sangat berkaitan dengan seberapa banyak pelanggan suatu merek merasa puas dan merasa rugi bila berganti merek (brand switching), menghargai merek itu dan menganggapnya sebagai teman, dan merasa terikat kepada merek itu (Kotler, 2002 : 461).

Dengan demikian dapat disimpulkan brand equity adalah, kekuatan merek  yang  menjanjikan  nilai  yang  diharapkan  konsumen  atas  suatu produk sehingga akhirnya konsumen akan merasa mendapatkan kepuasan yang lebih bila dibanding produk-produk lainnya.

Brand equity dapat memberikan nilai dan manfaat, baik bagi konsumen maupun bagi perusahaan (Simamora,2001: 69) :

1.  Nilai kepada konsumen :

a.   Aset brand equity membantu konsumen menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi dalam jumlah besar mengenai produk dan merek.

b.   Brand  equity  memberikan  rasa  percaya  diri  kepada  konsumen dalam mengambil keputusan pembelian, baik karena pengalaman masa lalu dalam karakteristiknya.

c.   Persepsi kualitas dan asosiasi merek bisa menguatkan kepuasan konsumen dengan pengalaman menggunakannya.

2.  Nilai kepada perusahaan

  Brand equity bisa menguatkan program memikat para konsumen baru atau merangkul kembali konsumen lama.

b.   Kesadaaran merek, persepsi kualitas, asosiasi merek, dan asset-aset merek lainnya mampu menguatkan loyalitas merek, yaitu bisa memberikan alasan untuk membeli dan mempengaruhi kepuasan penggunaan.

c.   Brand  equity  biasanya  akan  memungkinkan  margin  yang  lebih tinggi dengan memungkinkan harga optimum (premium pricing) dan mengurangi ketergantungan pada promosi.

d. Brand equity memberikan landasan untuk pertumbuhan melalui perluasan merek.

e.   Brand equity bisa memberikan dorongan dalam saluran distribusi.

f.    Aset-aset brand equity memberikan keuntungan kompetitif yang seringkali menghadirkan rintangan nyata terhadap para kompetitor.

Brand equity tidak terjadi dengan sendirinya tetapi ditopang oleh elemen-elemen  pembentuk  brand  equity  (Simamora,  2001:  68)  antara lain :

1.   Brand Awareness (kesadaran merek)

2.   Brand Asociation (asosiasi merek)

3.   Perceived Quality (persepsi kualitas)

4.   Brand Loyalty (loyalitas merek)

 5.   Other Proprietary Brand Assets (aset-aset merek lainnya).

Brand Awareness  (Kesadaran Merek)

Konsumen cenderung membeli merek yang sudah dikenal karena merasa  aman  dengan  sesuatu  yang  sudah  dikenal.  Dengan  kata  lain, sebuah  merek  yang  dikenal  mempunyai  kemungkinan  bisa  diandalkan, kemantapan dalam bisnis, dan kualitas yang dipertanggungjawabkan.

 Menurut Aaker (1997) dalam Humdiana (2005: 45), kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Menurut Simamora (2001: 74), peran brand awareness tergantung pada sejauh mana kadar kesadaran yag dicapai suatu merek.

Tingkatan  brand   awareness   secara   berurutan   adalah   sebagai berikut (Simamora, 2001: 74) :

1.   Unware of brand (tidak menyadari merek)

Kategori ini termasuk merek yang tetap tidak dikenal walaupun sudah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall)

2.   Brand Recognition (pengenalan merek)

Kategori ini meliputi merek produk yang dikenal konsumen setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall)

3.   Brand Recall (pengingatan kembali merek)

Kategori ini meliputi merek dalam kategori suatu produk yang diingat konsumen tanpa harus dilakukan pengingatan kembali, diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan (unaided recall)

4.   Top of Mind (puncak pikiran)

Kategori ini meliputi merek produk yang pertama kali muncul dibenak konsumen pada umumnya.

Kesadaran merek menciptakan nilai-nilai yaitu (Simamora, 2001:75) :

1. Jangkar tempat tautan berbagai asosiasi.

Suatu produk atau layanan baru sudah pasti diarahkan untuk mendapatkan pengenalan. Jarang sekali suatu keputusan pembelian terjadi tanpa pengenalan. Pengetahuan mengenai berbagai bagian dan manfaat dari produk baru sangat sulit tanpa terlebih dahulu mendapatkan pengakuan. Pengakuan merek merupakan langkah dasar pertama    dalam    tugas    komunikasi.    Sebuah    merek    biasanya dikomunikasikan dengan atribut-atribut asosiasinya. Dengan tingkat pengenalan yang mapan, tugas selanjutnya tinggal mencantelkan suatu asosiasi baru, seperti atribut produk.

2. Keakraban/ rasa suka

Pengakuan merek memberikan suatu kesan akrab, dan konsumen menyukai sesuatu yang akrab. Terdapat hubungan yang positif antara jumlah penampakan dan rasa suka, baik penampakan dalam bentuk abstraksi gambar, nama, musik, dan lain-lain. Pengulangan penampakan bisa mempengaruhi rasa suka bahkan jika tingkat pengenalan tidak terpengaruh.

3. Tanda mengenai substansi/komitmen

Kesadaran merek bisa menjadi suatu signal dari kehadiran, komitmen, dan substansi dari sebuah merek produk. Jika sebuah merek dikenali, pasti ada sebabnya, seperti : perusahaan telah mengiklankan secara luas, perusahaan telah menggeluti bisnis tersebut dalam waktu lama,  perusahaan  mempunyai  jangkauan  distribusi  yang  luas,  dan merek tersebut berhasil.

4. Mempertimbangkan merek.

Langkah awal dalam proses pembelian biasanya adalah menyeleksi sekumpulan merek untuk dipertimbangkan. Oleh karena itu, pengingatan kembali merek (brand recall) menjadi penting. Pada umumnya, jika sebuah merek tidak mencapai pengingatan kembali maka merek tersebut tidak akan termasuk dalam proses pertimbangan

pembelian. Tetapi konsumen biasanya juga akan mengingat merek- merek yang sangat mereka tidak sukai.

Dalam meraih kesadaran merek, baik dalam tingkat pengenalan maupun pengingatan kembali, melibatkan dua tugas, yaitu, mendapatkan identitas merek dan mengaitkannya pada suatu kelas produk tertentu. Suatu pesan kesadaran merek hendaknya memberi suatu alasan untuk diperhatikan dan dikenang atau menjadi berbeda dan istimewa. Hal ini ditempuh dengan, melibatkan slogan atau jingle, menjadi sponsor kegiatan, dan perluasan merek.

Brand Asociation (asosiasi merek)

Nilai yang mendasari merek seringkali didasarkan pada asosiasi- asosiasi  spesifik  yang  berkaitan  dengannya.  Menurut  David A.Aaker(1997), asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek (Humdiana, 2005: 47). Asosiasi itu tidak hanya eksis namun juga mempunyai suatu tingkatan kekuatan. Kaitan pada merek akan lebih kuat jika dilandasi pada pengalaman untuk mengkomunikasikannya. Juga akan lebih kuat apabila kaitan itu didukung dengan suatu jaringan dari kaitan-kaitan lain. Sebuah merek adalah seperangkat asosiasi, biasanya terangkai dalam bentuk yang bermakna.

Asosiasi  dan  pencitraan,  keduanya  mewakili  berbagai  persepsi yang dapat mencerminkan realita obyektif. Suatu merek yang telah mapan akan  mempunyai  posisi  yang  menonjol  dalam  suatu  kompetisi  karena

didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat. Suatu brand positioning mencerminkan  bagaimana  orang  memandang  suatu  merek.  Positioning dan positioning strategy dapat juga digunakan untuk merefleksikan bagaimana sebuah perusahaan sedang berusaha dipersepsikan.

Nilai mendasar sebuah merek seringkali merupakan sekumpulan asosiasinya dengan kata lain merupakan makna merek tersebut bagi khalayak. Asosiasi-asosiasi menjadi pijakan dalam keputusan-keputusan pembelian dan loyalitas merek. Menurut Simamora (2001: 82), asosiasi merek yang menciptakan nilai bagi perusahaan dan para pelanggannya juga dapat digunakan untuk :

1.   Membantu memproses / menyusun informasi

Asosiasi-asosiasi  dapat  membantu  mengikhtisarkan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang mungkin sulit diproses dan diakses para pelanggan. Sebuah asosiasi bisa menciptakan informasi padat bagi pelanggan dan bisa mempengaruhi pengingatan kembali atas informasi tersebut, terutama saat mengambil keputusan. Asosiasi juga bisa mempengaruhi interpretasi mengenai fakta-fakta.

2.   Membedakan / memposisikan merek

Suatu asosiasi bisa memberikan landasan yang penting bagi usaha untuk membedakan dan memisahkan suatu merek dengan merek yang lain. Asosiasi-asosiasi pembeda bisa menjadi keuntungan kompetitif yang penting. Jika sebuah merek sudah dalam kondisi yang mapan (dalam kaitannya dengan para kompetitor) untuk suatu atribut

utama dalam kelas produk tertetu atau untuk suatu aplikasi tertentu, para kompetitor akan kesulitan untuk menyerang.

3.   Membangkit akan alasan untuk membeli

Banyak asosiasi merek, membutuhkan berbagai atribut produk atau manfaat pelanggan (customer benefits) yang bisa menyodorkan suatu alasan spesifik untuk membeli dan menggunakan merek tersebut. Asosiasi-asosiasi ini merupakan landasan dari keputusan pembelian dan loyalitas merek. Beberapa asosiasi juga mempengaruhi keputusan pembelian dengan cara memberikan kredibilitas dan rasa percaya diri atas merek tersebut.

4.   Menciptakan sikap / perasaan positif

Beberapa asosiasi mampu merangasang suatu perasaan positif yang akhirnya merembet ke merek yang bersangkutan. Beberapa asosiasi mampu menciptakan perasaan positif selama pengalaman menggunakan dan mengubah pengalaman tersebut menjadi sesuatu yang lain daripada yang lain.

5.   Memberikan landasan bagi perluasan

Suatu asosiasi bisa menghasilkan suatu landasan bagi suatu perusahaan dengan menciptakan rasa kesesuaian (sense of fit) antara merek  dan  sebuah  produk  baru  atau  dengan  menghadirkan  alasan untuk membeli produk perluasan tersebut.

Aaker (1997) dalam Humdiana (2005: 48) mengemukakan adanya

11 tipe asosiasi, yaitu :

1.   Atribut produk

Atribut produk yang paling banyak digunakan dalam strategi positioning  adalah  mengasosiasikan  suatu  obyek  dengan  salah  satu atau beberapa atribut atau karakteristik produk yang bermakna dan saling mendukung, sehingga asosiasi bisa secara langsung diterjemahkan dalam alasan untuk pembelian suatu produk.

2.   Atribut tak berwujud

Penggunaan atribut tak berwujud, seperti kualitas keseluruhan, kepemimpinan, teknologi, inovasi, atau kesehatan ada kalanya bisa lebih bertahan. Tetapi pengembangan asosiasi ini bisa berbahaya dan memungkinkan  mendapatkan  suatu  tingkat  asosiasi  produk  yang berada diluar kontrol perusahaan.

3.   Manfaat bagi pelanggan

Biasanya terdapat hubungan antara atribut produk dan manfaat bagi  pelanggan.  Terdapat  dua  manfaat  bagi  pelanggan,  yaitu  (a) manfaat rasional, adalah manfaat yang berkaitan erat dengan suatu atribut dan bisa menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan yang  rasional;  (b)  manfaat  pskologis  seringkali  merupakan konsekuensi ekstrim dalam pembentukan sikap adalah manfaat yang

berkaitan   dengan   perasaan   yang   timbul   ketika   membeli   atau menggunakan merek tersebut.

4.   Harga relatif

Pada umumnya merek hanya perlu berada di satu harga tertentu agar dapat memposisikan diri dengan jelas dan berjauhan dengan merek-merek  lain  pada  tingkat  harga  yang  sama.  Untuk  menjadi bagian dari segmen utama (premium sement), sebuah merek harus menawarkan suatu aspek yang dipercaya unggul dalam kualitas, atau sungguh-sungguh dapat memberikan jaminan harga optimum.

5.   Penggunaan / Aplikasi

Produk dapat mempunyai beberapa strategi positioning, walaupun hal ini mengundang sejumlah kesulitan. Suatu strategi positioning lewat penggunaan (positioning by use strategy) mewakili posisi  kedua  atau  ketiga  untuk  merek  tersebut,  suatu  posisi  yang dengan sengaja berusaha meluaskan pasar atas merek tersebut.

6.   Pengguna / Pelanggan

Strategi posisioning pengguna (user positioning strategy), yaitu mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah tipe pengguna atau pelanggan, sangat efektif karena bisa memadukan antara strategi posisioning dengan strategi segmentasi. Mengidentifikasikan sebuah merek dengan segmen yang ditargetkan seringkali menjadi cara yang

tepat untuk memikat segmen tersebut. Problem dari asosiasi yang kuat terutama asosiasi penggunaan dapat membatasi kesanggupan sebuah merek untuk memperluas pasarnya.

7.   Orang terkenal / biasa

Mengaitkan seseorang yang terkenal dengan sebuah merek bisa mentransferkan asosiasi-asosiasi ini ke merek tersebut. Salah satu karakteristik penting bagi sebuah merek untuk bisa dikembangkan adalah kompetensi teknologi, kesanggupan mendesain, dan proses manufaktur sebuah produk. Dengan mengaitkan antara merek produk dan orang terkenal yang sesuai dengan produk tersebut akan memudahkan merek tersebut mendapat kepercayaan dari pelanggan.

8.   Gaya hidup/kepribadian

Sebuah merek bisa diilhami oleh para pelanggan dengan aneka kepribadian dan karakteristik gaya hidup yang hampir sama.

9.   Kelas produk

Beberapa produk perlu membuat keputusan positioning yang menentukan dan melibatkan asosiasi-asosiasi kelas produk.

10. Kompetitor

Kompetitor bisa menjadi aspek dominan dalam strategi positioning, karena (a) kompetitor mungkin mempunyai suatu pencitraan yang jelas, sangat mengkristal, dan telah dikembangkan selama  bertahun-tahun  sehingga  dapat  digunakan  sebagai  jembatan

untuk membantu mengkomunikasikan pencitraan dalam bentuk lain berdasarkan  acuan  tersebut;  (b)  terkadang  tidak  penting  seberapa baagus pelanggan beranggapan atau berpikir tentang anda, yang lebih penting adalah mereka percaya bahwa anda lebih baik atau sama bagusnya dengan seorang kompetitor tertentu. Positioning dengan mengaitkan para kompetitor bisa mejadi cara jitu untuk menciptakan suatu posisi yang terkait pada karakteristik produk tertentu, terutama harga dan kualitas (price quality). Produk-produk yang sulit dievaluasi cenderung menggunakan kompetitor yang sudah mapan untuk membantu menjalankan tugas positioning. Positioning dengan mengaitkan  kompetitor  bisa  dilakukan  melalui  iklan  komparatif, dimana kompetitor dengan eksplisit disebutkan dan dibandingkan berkenaan dengan suatu karakteristik produk atau lebih.

11. Negara/wilayah geografis

Sebuah negara bisa menjadi simbol yang kuat, asalkan negara itu mempunyai hubungan yang erat dengan produk, bahan, dan kemampuan. Asosiasi negara bisa menjadi kompleks dan penting apabila negara berusaha mengembangkan strategi global.

Perceived Quality (persepsi kualitas)

Perceived quality adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas atau keunggulan  suatu  produk  atau  layanan  ditinjau  dari  fungsinya  secara relatif dengan produk-produk lain (Simamora, 2001: 78). Perceived quality berbeda dengan konsep-konsep lain tentang kualitas seperti :

1.   Kualitas   aktual   atau   obyektif   (actual   or   objective   quality)   :

kemampuan produk atau layanan memberikan fungsi yang dijanjikan.

2.   Kualitas    produk    (product-based    quality):    sifat    dan    kuantitas kandungan, fitur, dan layanan tambahan.

3.   Kualitas   manufaktur   (manufacturing   quality):   kesesuaian   dengan spesifikasi, hasil akhir yang tanpa cacat (zero defect)

Kalau sebuah produk memiliki perceived quality tinggi, banyak manfaat yang bisa diperoleh. Diungkapkan oleh Aaker (1991) bahwa umumnya  perusahaan  yang  memiliki  perceived  quality  yang  tinggi memiliki return of investment (ROI) yang tinggi pula. Tanpa meneliti ROI pun, sebenarnya banyak manfaat yang diberikan perceived quality (Darmadi.D, Sugiarto, Tony Sitinjak, 2001: 101) yaitu :

1.   Alasan membeli.

Perceived quality merupakan alasan kenapa sebuah merek dipertimbangkan dan dibeli.

2.   Diferensiasi dan pemosisian produk

Konsumen ingin memilih aspek tertentu sebagai keunikan dan kelebihan produk. Aspek yang memiliki perceived quality tinggi yang akan dipilih konsumen.

3.   Harga optimum

Sebuah merek yang memiliki perceived quality tinggi memiliki alasan untuk menetapkan harga tinggi bagi produknya.

4.   Minat saluran distribusi

Perceived quality juga mempunyai arti penting bagi para pengecer, distributor,  dan  berbagai  pos  saluran  distribusi  lainnya.  Distributor lebih mudah menerima produk yang oleh konsumen dianggap berkualitas tinggi.

5.   Perluasan Merek (brand extension)

Sebuah  merek  yang  memiliki  perceived  quality  dapat  digunakan sebagai merek produk lain yang berbeda.

Langkah pertama dalam meningkatkan perceived quality adalah memampukan diri untuk memberikan kualitas tinggi. Meyakinkan para pelanggan bahwa kualitas suatu merek tinggi padahal sebenarnya tidak, sia-sia belaka jadinya. Jika pengalaman dalam penggunaan tidak sejalan dengan kualitas, maka persepsi sulit dilakukan. Hal-hal yang perlu diperhatikan  dalam  memberikan  kualitas  tinggi  (Darmadi.D,  Sugiarto, Tony Sitinjak, 2001: 4) yaitu:

1.   Komitmen terhadap kualitas

Sulit mempertahankan kualitas dari waktu ke waktu. Jika manajemen puncak  tidak  memilki  komitmen,  mustahil  perceived  quality  yang tinggi diperoleh.

2.   Budaya kualitas

Komitmen kualitas direfleksikan dalam budaya perusahaan, norma perilakunya, simbolnya, nilai-nilainya.

3.   Masukan pelanggan

Pelangganlah   yang   pada   akhirnya   mendefinisikan   kualitas.   Para manajer  sering  keliru  dalam  memperkirakan  apa  yang  dianggap penting oleh para pelanggan.

4.   Pengukuran/sasaran/standar

Perusahaan perlu memiliki standar kualitas yang tidak basa-basi. Standar itu dijadikan sasaran yang terukur. Jika sasaran terlalu luas, sulit untuk mewujudkannya.

5.   Mengizinkan karyawan berinisiatif

Para karyawan memiliki pengalaman pendekatan efetif dalam meningkatkan kualitas. Para karyawan tidak hanya peka terhadap masalah-masalah,  akan  tetapi  juga  terlibat  langsung  dalam mencari pemecahannya.

6.   Harapan-harapan pelanggan

Harapan pelanggan dapat djadikan sebagai acuan dalam menciptakan produk. Namun kalau harapan pelanggan terlalu tinggi, kualitas produk yang baik pun bisa jadi rendah. Oleh karena itu, atau mungkin, harapan pelanggan perlu diturunkan, minimal tidak dipancing.

Brand Loyalty (loyalitas merek)

Loyalitas merek merupakan ukuran inti dari brand equity. Menurut Aaker   (1997),   loyalitas   merek   merupakan   satu   ukuran   keterkaitan seseorang pelanggan pada sebuah merek. Lima tingkatan loyaslitas merek, yaitu (Darmadi.D, Sugiarto, Tony Sitinjak (2001: 4) :

1.   Switcher/price buyer merupakan tingkatan loyalitas yang paling dasar.

Pembeli tidak loyal sama sekali terhadap suatu merek. Bagi pembeli tersebut, merek apapun dianggap memadai. Dalam hal ini merek memainkan  peran  yang  kecil  dalam  keputusan  pembelian.  Apapun yang diobral atau menawarkan kenyamanan akan lebih disukai.

2. Habitual buyer adalah pembeli yang puas dengan produk, atau setidaknya  tidak  mengalami  ketidakpuasan,  dan  membeli  merek produk tertentu karena kebiasaan. Untuk pembeli seperti ini, tidak terdapat dimensi ketidakpuasan yang cukup untuk menstimulasi suatu peralihan merek terutama jika peralihan tersebut membutuhkan usaha, karena tidak ada alasan bagi mereka untuk memperhitungkan berbagai alternatif.

3.   Satisfied buyer adalah orang-orang yang puas, namun mereka memikul biaya peralihan (switching cost), yaitu biaya dalam waktu, uang, atau resiko kinerja sehubungan dengan tindakan beralih merek. Mungkin mereka melakukan investasi dalam mempelajari suatu sistem yang berkaitan  dengan  suatu  merek.  Untuk  menarik  minat  para  pembeli yang termasuk dalam golongan ini, para kompetitor perlu mengawasi biaya  peralihan  dengan  menawarkan  bujukan  untuk  beralih  atau dengan tawaran suatu manfaat yang cukup besar sebagai kompensasi.

4. Liking the brand adalah pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek-merek  tersebut.  Preferensi  mereka  mungkin  dilandasi  pada suatu           asosiasi,    seperti    simbol,    rangkaian    pengalaman    dalam

menggunakan produk, atau perceived quality yang tinggi. Dan mereka menganggap merek sebagai sahabat.

5.   Committed buyer adalah pelanggan yang setia. Mereka mempunyai suatu  kebanggaan  dalam  menemukan  atau  menjadi  pengguna  dari suatu merek. Merek tersebut sangat penting bagi mereka, baik dari segi fungsi maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa mereka sebenarnya.                          Rasa      percaya      mereka      mendorong      mereka merekomendasikan merek tersebut kepada orang lain.

Loyalitas merek dan para pelanggan yang ada mewakili suatu strategic asset yang jika dikelola dan dieksploitasi dengan benar, mempunyai  potensi  untuk  memberikan  nilai  seperti  (Simamora,  2001:

85) :

1.   Mengurangi biaya pemasaran

Suatu basis pelanggan yang mempunyai loyalitas merek bisa mengurangi biaya pemasaran perusahaan karena biaya untuk mempertahankan pelanggan lama lebih murah dibandingkan dengan berusaha mendapatkan pelanggan baru. Calon pelanggan baru biasanya kurang termotivasi untuk beralih dari merek yang sedang mereka gunakan. Mereka juga tidak berusaha memikirkan alternatif-alternatif merek. Bahkan ketika alternatif-alteratif itu diperlihatkan, mereka cenderung memiliki satu alasan yang kuat untuk mengambil resiko membeli atau menggunakan merek lain. Pelanggan yang sudah ada relatif  lebih  mudah  dipertahankan  apabila  mereka  merasakan  suatu

ketidakpuasan. Sesuatu yang familiar adalah nyaman dan meyakinan. Semakin tinggi loyalitas, semakin mudah menjaga pelanggan tetap puas. Loyalitas dan sekelompok konsumen merupakan rintangan besar bagi para kompetitor, karena untuk menang, pelanggan yang sudah loyal diperlukan sumber daya yang besar agar dapat membujuk para pelanggan beralih merek.

2.   Meningkatkan perdagangan

Loyalitas yang lebih besar memberikan dorongan perdagangan yang lebih besar karena para pelanggan mengharapkan merek tersebut selalu tersedia. Loyalitas merek juga dapat mendominasi keputusan pemilihan   pertokoan   dan   meyakinkan   pihak   pertokoan   untuk memajang  produk  di  raknya  karena  para  pelanggan  akan mencantumkan merek tersebut didalam daftar belanja mereka. Peningkatan perdagangan menjadi penting apabila akan memperkenalkan ukuran baru, jenis baru, variasi atau perluasan merek.

3.   Memikat para pelanggan baru

Suatu basis pelanggan yang puas dan suka pada suatu merek tertentu   dapat   menimbulkan   keyakinan   bagi   calon   pelanggan khususnya   jika   pembelian   tersebut   agak   mengandung   resiko. Kelompok pelanggan yang relatif puas akan memberikan suatu citra bahwa merek tersebut merupakan produk yang diterima luas, berhasil, beredar  di  pasaran,  dan  sanggup  memberikan  dukungan  pelayanan yang luas dan peningkatan mutu produk. Kesadaran merek juga dapat

dibangkitkan dari kelompok pelanggan. Teman dan kolega para pengguna akan menjadi sadar akan produk tersebut hanya dengan menyaksikannya.  Melihat  sebuah  produk  digunakan  oleh  seorang teman   akan   membangkitkan   semacam   kenangan   yang   berkaitan dengan konteks penggunaan dan pengguna yang sulit dijangkau oleh iklan manapun. Pengingatan kembali merek pada akhirnya akan menjadi kuat. Dalam memilih target pasar salah satu pertimbangannya adalah potensi mereka untuk menciptakan visibilitas dan kesadaran terhadap   merek   tersebut.   Jadi,   loyalitas   merek   dapat   memikat pelanggan baru dengan dua cara : menciptakan kesadaran merek dan meyakinkan kembali.

4.   Memberi waktu untuk menanggapi ancaman-ancaman persaingan

Loyalias merek memberikan waktu pada sebuah perusahaan untuk   merespons   gerakan-gerakan   kompetitif.   Jika   salah   satu kompetitor mengembangkan produk yang unggul, seorang pengikut loyal akan memberi waktu pada perusahaan kepercayaannya untuk memperbaharui produknya dengan cara menyesuaikan atau menetralisasikannya.  Pelanggan  yang  puas  dan  loyal  tidak  akan mencari produk baru, dan karenanya tidak akan mengetahui perkembangan produk. Dengan tingkatan loyalitas merek yang tinggi, sebuah perusahaan bisa dengan lancar menjalankan strategi susulan yang kurang riskan.

Artikel Terkait