Secara tidak langsung, akuntan
dan akuntansi lingkungan dapat berperan dalam membantu masalah penanganan
lingkungan. Gray (1993) mengemukakan peranan akuntan dalam membantu manajemen
mengatasi masalah lingkungan melalui 5 (lima)
tahap, yaitu:
- Sistem akuntansi yang ada saat ini dapat dimodifikasi untuk mengidentifikasi masalah lingkungan dalam hubungannya dengan masalah pengeluaran seperti biaya kemasan, biaya hukum, biaya sanitasi, dan biaya lain lain yang berkenaan dengan efek lingkungan.
- Hal-hal yang negatif dari sistem akuntansi saat ini perlu diidentifikasikan, seperti masalah penilaian investasi yang belum mempertimbangkan masalah lingkungan.
- Sistem akuntansi perlu memandang jauh kedepan dan lebih peka terhadap munculnya isu isu lingkungan yang selalu berkembang.
- Pelaporan keuanganuntuk pihak eksternal dalam proses berubah, seperti misalnya berubah ukuran kerja perusahaan di masyarakat.
- Akuntansi yang baru dari sistem informasi memerlukan pengembangan seperti pemikiran tentang kemungkinan adanya ”eco balance sheet”.
Dalam
beberapa kasus pengelolaan biaya lingkungan ini tidaklah selalu sama dalam
setiap perusahaan, hal ini dikarenakan dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan belum diatur secara baku mengenai bagaimana proses perlakuan biaya
yang telah dikeluarkan untuk pengelolaan efek negatif dari sisa hasil
operasional perusahaan.
Dalam
artikel the Greening Accountiung, yang
ditampilkan dalam situs gulico.com, Anne menuliskan pandangannya bahwa
pengalokasian pembiayaan untuk biaya pengelolaan lingkungan dialokasikan pada
awal periode akuntansi untuk digunakan selama satu perode akuntansi
tersebut. Misalnya jika sebuah perusahaan memiliki emisi limbah
yang memerlukan pengelolaan dan pembiayaan yang material, pada saat dilakukan
penganalisaan dan estimasi biaya maka jumlah seluruh nilai biaya yang akan
dikeluarkan dalam satu tahun periode akuntansi tersebut dimasukkan dalam
rekening biaya lingkungan dibayar dimuka pada biaya lingkungan .
Kebijakan
perusahaan untuk peduli dengan lingkungan mestinya tidak hanya sekedar menaati
peraturan lingkungan, tetapi juga harus lebih berorientasi pada upaya membangun
Sustainable Management yaitu kepedulian manajemen terahadp lingkungan
secara substantif Murni (2001). Perusahaan dapat meyajikan kepedulian
lingkungan dalam laporan keuangan guna membantu menciptakan kesan positif
terhadap perusahaan dimata pemodal, pemerintah, dan masyarakat. Model
komprehensif yang dapat dijadikan sebagai laternatif model pelaporan keuangan
lingkungan secara garis besar dapat dikategorikan dalam 4 (empat) macam model,
antara lain (Haryono,2003):
- Model Normatif
Model ini berawal dari premis bahwa perusahaan akan membayar segalanya.
Model normatif mengakui dan mencatat biaya biaya lingkungan secara keseluruhan
yakni dalam lingkup satu ruang rekening secara umum bersama rekening lain yang
serumpun. Biaya-biaya serumpun tersebut disisipkan dalam sub-sub unit rekening
biaya tertentu dalam laporan keuangannya.
- Model Hijau
Model hijau menetapkan biaya dan manfaat tertentu atas lingkungan bersih.
Selama suatu perusahaan menggunakan sumber daya, perusahaan tersebut harus
mengeluarkan biaya sebesar konsumsi atas biaya sumber daya. Proses tersebut
memaksa perusahaan menginternalisasikan biaya pemakaian sumber daya meskipun
mekanisme pengakuan dan pengungkapan belum memadai dan kemudian melaporkan
biaya tersebut dalam laporan keuangan yang terpisah dari laporan keuangan induk
untuk memberikan penjelasan mengenai pembiayaan lingkungan di perusahaannya..
- Model Intensif Lingkungan
Model pelaporan ini mengharuskan adanya pelaksanaan kapitalisasi atas
biaya perlindungan dan reklamasi lingkungan. Pengeluaran akan disajikan sebagai
investasi atas lingkungan sedangkan aktiva terkait dengan lingkungan tidak
didepresiasi sehingga dalam laporan keuangan selain pembiayaan yang diungkapkan
secara terpisah, juga memuat mengenai catatan-catatan aktiva tetap yang
berhubungan dengan lingkungan yang dianggap sebagai inverstasi untuk lingkungan.
- Model Aset Nasional
Model aset nasional mengubah sudut pandang akuntansi dari tingkat perusahaan
(skala mikro) ke tingkat nasional (skala makro), sehingga dimungkinkan untuk
meningkatkan tekanan terhadap akuntansi untuk persediaan dan arus sumber daya
alam. Dalam model ini dapat ditekankan bahwa selain memperdulikan lingkungan
dalam pengungkapannya secara akuntansi, perusahaan juga memiliki kewajiban
untuk menginterpretasikan pembiayaan lingkungan tersebut sebagai aset nasional
yang dipandang sebagai tanggung jawab secara nasional.
Variasi alternastif model dalam perbedaan materi yang
diungkap antara perusahaan satu dengan perusahaan yang menganut model lainnya
lebih banyak disebabkan oleh faktor tingkat kompleksitas dan tingkat kebutuhan
masing-masing operasional usaha. Perusahaan dapat memilih alternatif model
varian dalam menentukan sikap dan bentuk tanggungjawab sosialnya sesuai dengan
proporsional masing masing, namun secara substansial bahwa pertanggungjawaban
lingkungan tetap menjadi pertimbangan utama setiap perusahaan.