APAKAH AKHLAK NABI MUHAMMAD

Begitu banyak siroh (sejarah) yang menceritakan keindahan akhlaq Nabi kita tercinta. Berikut hanya sepenggal kisah yang membuat saya terharu. Moga bisa membuat kita semakin bisa mengamalkan sunnahnya:


Mendekati akhir hayatnya, Rasulullah saw memerintahkan Bilal untuk mengumandangkan azan, memanggil umat Islam untuk salat berjamaah. Begitu Bilal mengumandangkan azan, datanglah jamaah dari kaum anshar dan muhajirin di masjid Rasulullah saw, beliau kemudian salat dua rakaat bersama mereka, lalu Nabi naik mimbar. Demikianlah yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra. 

Setelah memanjatkan puji syukur ke khadirat Allah SWT, Nabi saw bersabda, “Wahai kaum muslimin, sesungguhnya aku adalah nabimu, penasehatmu, yang mengajak kamu ke jalan Allah dengan izin-Nya. Sesungguhnya aku adalah saudaramu seperti saudara kandung yang penuh kasih sayang. Karena itu, siapa yang pernah saya sakiti, balaslah hari ini sebelum hari kiamat.”

Begitulah Rasulullah saw dengan rela hati meminta kepada para sahabat yang pernah tersakiti, agar membalasnya sesuai dengan apa yang pernah dirasakannya. Dalam hukum Islam, hal yang demikian disebut qishas, artinya balasan yang serupa. Walalupun demikian, tak satupun yang hadir berani menuntut qishas kepada Rasulullah saw. Beliau kemudian mengulangi tawarannya hingga tiga kali, agar para sahabat dan kaumnya tidak segan-segan melakukannya.

Tidak lama kemudian, berdirilah seorang sahabat yang bernama Ukasyah bin Muhsin mendekati Rasulullah saw. Lalu ia berkata, “Ya Rasullah, sebenarnya aku enggan dan tidak sampai hati seandainya engkau tidak mengulanginya berulang kali. Aku terpaksa memberanikan diri untuk menceritakan kejadian yang pernah kualami. Ketika itu dalam hiruk pikuknya perang Badar. Waktu itu aku sedang mendekati untamu, aku turun agar aku bisa mencium pahamu. Tapi kemudian engkau mengangkat cambuk, dan aku terkena cambukmu. Aku tidak tahu, apakah waktu itu engkau sengaja mencambuku atau bermaksud memukul untamu, karena tanpa engkau sengaja cambukmu mengenai pinggangku,” tutur Ukasyah disaksikan para sahabat yang hadir waktu itu.

“Apakah mungkin aku mencambukmu wahai Ukasyah?” sahut Rasulullah saw.
Sementara itu, Rasulullah saw meminta Bilal untuk mengambilkan cambuk di rumah Fatimah anak perempuannya.

Begitu Bilal tiba di rumah Fatimah mengambil sebuah cambuk, putri Nabi itu keheranan dan berkata, “Untuk apa ayahku mengambil cambuk ini?” Bilal menjawab, “Ayahmu akan melakukan qishas.”
“Siapakah orang yang sampai hati menuntut qishas kepada Rasulullah saw, ayahku?” bisik Fatimah.
Setibanya di masjid, Bilal menyerahkan cambuk kepada Rasulullah Dari tangan Bilal, Nabi mengambil cambuk itu lalu menyerahkannya kepada sahabat Ukasyah agar segera melakukan cambukan balasan serupa atas apa yang telah terjadi pada diri Ukasyah.

Melihat Ukasyah memegang cambuk, sahabat Abu Bakar dan Umar bin Khattab berdiri berusaha mencegahnya. “Wahai sahabat Ukasyah, terimakan saja qishas itu kepada kami, kami tidak sampai hati melihat kulit Rasulullah terkena cambuk.”

“Duduklah kalian berdua,” ujar Rasulullah saw kepada Abu Bakar dan Umar bin Khattab. “Allah telah mengetahui kedudukan dan pengorbanan kalian,” kata Nabi selanjutnya.

Merasa tersinggung melihat sikap Ukasyah serta terdorong rasa kesetiaan kepada pemimpinnya, Ali bin Abi Thalib kemudian bangkit seraya berkata, “Wahai Ukasyah engkau tahu aku masih hidup di samping Rasulullah saw, karena itu aku tidak rela engkau berbuat begitu kepadanya. Bila engkau tetap nekat dan berkeras hati untuk membalas cambukan kepada Rasulullah saw, maka ini perutku, dadaku, dan punggungku, silahkan pilih yang mana yang engkau sukai dan cambuklah sekuat tenagamu,” kata Ali sambil menyodorkan bagian tubuhnya, siap menerima cambukan.

Melihat kejadian itu, Rasulullah saw berkata, “Wahai Ali, aku tahu kedudukanmu dan pengorbananmu, karena itu duduklah!”.

Belum cukup pembelaan Abu Bakar, Umar bin Khattab serta Ali bin Abi Thalib, dua cucu Nabi yaitu Hasan dan Husen berusaha juga mencegahnya. Dengan sedikit nada keras, dua cucu Nabi itu berkata kepada Ukasyah yang nampak masih memegang cambuk di tangannya, “Engkau tahu Ukasyah, bahwa kami adalah cucu beliau, yang masih ada hubungan darah dengan beliau. Jika engkau mau membalaskan qishas kepada Rasulullah maka cambuklah kami,” katanya. “Wahai cucuku, duduklah kalian berdua,” kata Rasulullah kepada cucunya.

Kemudian Rasulullah saw membalikan tubuhnya menghadap pada Ukasyah sambil berkata, “Cambuklah wahai Ukasyah, jika memang benar aku telah mencambukmu.”

“Ya Rasulullah, dulu cambukmu mengenai punggungku yang terbuka,” jawabnya.
Sesuai dengan permintaan Ukasyah, Rasulullah saw kemudian membuka bajunya hingga tampaklah punggungnya yang putih bersih. Ukasyah segera berjalan mendekati Rasulullah saw dengan cambuk di tangannya.

Adegan yang menegangkan itu disaksikan oleh para sahabat dengan menundukan wajah dan linangan air mata. Mereka menahan nafas dalam-dalam menanti peristiwa yang akan terjadi pada diri Rasulullah saw.

Apa yang terjadi selanjutnya, ternyata begitu Ukasyah melihat punggung Rasulullah saw yang putih bersih itu, sekonong-konyong jatuhlah ia beserta cambuknya. Lalu Ukasyah segera bangun kembali, seraya memeluk tubuh Rasulullah saw dan menciumimya sepuas hati.

“Siapa yang sampai hati menerima qishas darimu ya Rasulullah,” katanya.
Suasana tegang yang meliputi para sahabat yang hadir, kini mulai mereda. Para sahabat yang semula menahan nafas serta menggigit jari, menarik nafas lega melihat perubahan sikap Ukasyah yang tiba-tiba.

Kemudian kepada para sahabat yang hadir saat itu, Ukasyah menceritakan maksud sebenarnya ia meminta qishas kepada Rasulullah saw, ia berkata, “Maksudku tidaklah lain agar tubuhku bisa bersentuhan dengan tubuh Rasulullah. Semoga tubuh Rasulullah akan menjadikan penghalang bagi tubuhku disentuh api neraka”, kata Ukasyah.

Setelah suasana reda, lalu Rasulullah saw berkata, “Ketahuilah, barang siapa ingin melihat ahli surga, lihatlah orang ini,” sambil menunjuk Ukasyah.

Mendengar apa yang dikatakan Nabi, kemudian para sahabat beramai-ramai memeluk tubuh Rasulullah saw sambil mencurahkan isak tangisnya. Kepada Ukasyah mereka berkata, “Berbahagialah engkau telah menerima derajat yang tinggi. Engkau akan mendampingi Rasulullah kelak di surga. Ya Allah, mudahkanlah kami untuk menerima syafaatnya karena kemuliaan dan keagungan-Mu.

Subhanallah, begitu indahnya akhlaq Nabi Muhammad salallahu 'alaihiwassalam. Begitu adilnya beliau dalam memimpin, sampai tak ada satupun orang yang terzalimi dimasa hidupnya.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memiliki akhlak mulia seperti sifat pemaaf, penyayang, penyabar, tawadhu, jujur dan sebagainya. Beliau juga sangat menganjurkan agar kaum muslimin berakhlak mulia, seperti sabdanya :
اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

Artinya : “Bertakwalah kepada Allah dimanapun engkau berada, dan ikutilah setiap kejelekan dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapusnya, dan pergaulilah masyarakat dengan akhlak yang baik.” (H.R. At-Turmudzi).

"Allahumma solli 'alaa Muhammad"
Yaa Rabbi, Izinkan kami bersama dengan Nabi Muhammad salallahu 'alaihiwassalam di JannahMu. Aamiin

Artikel Terkait