Assalamu'alaykum Wr. Wb.
BUKU THE BIBLE CODE diterbitkan
pertengahan 1997 dan ditulis oleh Michael Drosnin, wartawan berbangsa Yahudi
yang terpengaruh oleh penyelidikan dua ahli matematika Israel bernama Eliyahu
Rips dan Doron Witztum, kemudian mengembangkannya dan menyimpulkan bahwa
Alkitab khususnya Kitab Torat Musa mengandung kata-kata sandi yang meramalkan
banyak kejadian pada masakini dan akhir zaman.
Buku ini langsung menjadi best seller
karena dibahas dalam wawancara CNN dengan penulisnya Drosnin (4 Juni 1997), dan
disebar luaskan beritanya oleh majalah Time (9 Juni 1997) dan Newsweek (16 Juni
1997). Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Anton Adiwiyoto
dengan editor Dr. Lyndon Saputra dan diterbitkan oleh Professional Books,
Jakarta.
Di awal tahun 1990-an Eliyahu Rips dan
Doron Witzum, dua orang ahli matematika Universitas Ibrani di Israel,
mengembangkan tehnik yang disebut 'equidistant letter sequence' (ELS), caranya,
ayat-ayat Torat disambung dengan menghilangkan jarak yang ada di antara kata
sehingga dihasilkan deretan huruf-huruf yang panjang.
Kemudian dicari lompatan huruf-huruf
yang berjarak sama dan dilihat kata apa yang ditemukan. Disebutkan bahwa Rips
dan Witztum dengan bantuan komputer mencoba tehnik ELS ini dan menemukan bahwa
dalam kitab Kejadian dapat ditemukan 34 nama rabi Yahudi yang lahir kemudian.
Tehnik ELS dan penemuan Rips dan
kawan-kawan-nya itu, mendorong Drosnin mengembangkannya menyelidiki Kitab Torat
(Lima Kitab Musa), dan mengeluarkan pernyataan bahwa ia menemukan banyak
kata-kata sandi dalam Torat dan menyebutkan bahwa sandi kematian Yitzhak Rabin
sudah ditemukan setahun sebelum Yitzhak Rabin terbunuh.
Ramalan lain juga ditemukan seperti
tentang perdana menteri Benyamin Netanyahu, juga malapetaka yang ada di
Oklahoma, Tokyo maupun Los Angeles. Tidak tanggung-tanggung buku itu juga
menyebut bahwa dalam Pentateuch (kelima kitab Musa) bisa ditemukan sandi soal kematian
Abraham Lincoln, Anwar Sadat, Gandhi maupun Kennedy, dan mengenai akhir
zaman/kiamat.
Bila Rips dkk. menemukan nama-nama rabi
yahudi modern melalui kumpulan huruf-huruf berjarak sama (ELS), misal-nya tiap
20, 30 atau 45 huruf, Drosnin mengembangkannya lebih lanjut dan menyebut bahwa
dalam Alkitab disamping tehnik itu bisa dijumpai juga baris huruf-huruf baik
yang sebaris, menyilang, ke kanan atau ke kiri, dan membentukkombinasi
kata-kata sandi yang mempunyai arti dan menunjukkan kejadian-kejadian di masa
depan.
Cara-nya, karena nama Yitzhak Rabin
muncul dari lompatan 4.772 huruf, maka seluruh jumlah huruf Torat yang
jumlahnya 304.805 huruf itu dibagi menjadi 64 baris terdiri dari 4.772 huruf.
Di tengah matriks deretan huruf Ibrani itu terletak nama 'Yitzhak Rabin' secara
vertikal dan yang di potong oleh deretan huruf horizontal berbunyi 'pembunuh
yang akan membunuh' (hlm.26), kemudian, setelah terjadi pembunuhan oleh Amir,
maka Drosnin mencari lagi dan mengatakan bahwa ia menemukan kata Amir (hlm.27).
Kata-kata itu disimpulkan sebagai kata sandi yang telah diramalkan sebelumnya.
Pada prinsipnya, Drosnin menganggap
bahwa (1) Kitab Torat sejak ditulis pertama kali oleh Musa sama persis
huruf-demi-hurufnya dengan Torat Ibrani sekarang, dan (2) bahwa dengan tehnik
ELS maupun mencari kata-kata yang berurutan ke arah apapun dapat ditemukan
kata-kata sandi tentang masa depan dan akhir zaman. Benarkah argumentasi
demikian?
Sebenarnya dari anggapan (1) seluruh
tesis Michael Drosnin dalam bukunya sudah bisa digugurkan, sebab penyelidikan
mengenai naskah-naskah Perjanjian Lama menunjukkan bahwa di dunia ini ada
berbagai-bagai versi Alkitab Ibrani. Perjanjian Lama khususnya Torat semula
diturunkan secara lisan dan diteruskan dari mulut ke mulut, dan setelah berkembangnya
tehnik penulisan maka berita lisan itu ditulis dalam huruf Ibrani kuno dan
sebagian juga dalam bahasa Aram kuno di atas perkamen kulit yang tidak awet.
Salinan-salinan itu tidak hanya ada
satu tetapi banyak dan tidak semuanya identik sama huruf-demi-hurufnya
mengingat bahwa kemudian berkembang beberapa tradisi penulisan, apalagi bahasa
Ibrani yang berkembang bervariasi di kalangan suku-suku yang menurunkannya.
Di abad ke-XI-BC naskah-naskah tua
Torat sudah terserak atau musnah dan hanya tertinggal salinan-salinannya. Perlu
juga disadari bahwa da-lam proses penyusunan itu ada juga kitab-kitab Apocrypha
yang kemudian ditolak masuk dalam kanon Ibrani MSS tetapi sebagian dimasukkan
dalam terjemahan dalam bahasa Yunani Septuaginta (LXX, 280-150BC).
Alkitab Roma Katolik Vulgata dalam
bahasa Latin menggunakan salinan LXX sebagai sumber dan yang kemudian
digu-nakan dalam penerjemahan Alkitab Roma Katolik. Perjanjian Baru mengutip
baik Massiret, Septuaginta maupun yang lain.
Kita harus sadar bahwa bahasa Ibranipun
mengalami perkembangan sepanjang sejarahnya mengikuti jalur dialek seperti
jalur Mishnah, Rabbi, abad Pertengahan dan Ibrani modern, dan selama ini bahasa
Ibrani PL tidak memiliki huruf hidup (vokal) melainkan hanya huruf mati
(konsonan).
Baru pada masa pemeliharaan keluarga
Massoret (abad ADV-X) ditam-bahkan vokal. Sistem tulisan Ibrani semula banyak
dipengaruhi abjad Punisia dan baru sekembalinya dari pembuangan di Babil (abad
V-BC), Nehemia mengikuti pola Aram, dan selanjutnya pada masa Talmud
(IIIBC-ADV) dihasilkan banyak se-kali salinan PL.
Ini diselingi penghancuran sebagian
besar naskah-naskah PL oleh Siria pada masa pemberontakan Makabe (IIBC) dan
juga pada masa Talmud, terjadi proses pemusnahan demi standarisasi, artinya
salinan-salinan yang dianggap salah atau keliru dibanding naskah favorit
dihancurkan.
Kemudian keluarga imam Massoret (ADV-X)
memelihara salinan-salinan itu yang juga menghancurkan naskah yang tidak sama.
Setidaknya pada masa Massoret ditemukan beberapa versi dalam bentuk kodeks
(codex) seperti antara lain kodeks-kodeks Kairo (AD895), Leningrad kitab
Nabi-Nabi (AD916), Alepo (AD930), British Museum (AD950), Leningrad (AD1008),
dan Reuchlin kitab Nabi-Nabi (1105).
Harus disadari bahwa sekalipun
mempunyai kesamaan isi, semua kodeks itu mempunyai variasi kata-kata dan
huruf-huruf. Kodeks Leningrad sendiri yang paling lengkap memuat kitab-kitab PL
juga disalin dari kodeks yang disiapkan oleh Rabi Aaron ben Moses ben Asher
setelah dilakukan koreksi-koreksi perbaikan dan sudah diberi tanda-tanda vokal
dan aksen.
Kita mengakui sekalipun tidak semua
salinan berisi sama huruf demi huruf ada pemeliharaan Allah dan kita dapat
menjumpai firman isinya yang mempunyai kebersamaan yang luar biasa. Kenyataan
yang sama kita jumpai dalam teks Ibrani yang ditemukan di gua Qumran di Laut
Mati (Dead Sea Scrolls). Naskah yang ditemukan dari tahun 1947-1956 memuat
hampir seluruh PL kecuali kitab Esther berupa versi Ibrani kuno dari abad
IIBC-ADII.
Text Qumran ini menarik sekali karena
sekalipun ada beberapa perbedaan ejaan, bentuk gramatik, dan beberapa variasi
kata-kata, dengan yang digunakan oleh kelompok Massoret yang ditulis 1000 tahun
sesudahnya isi beritanya sama! Ini menunjukkan bahwa Alkitab terpelihara
melalui waktu sejarah tetapi yang dipelihara bukan huruf-huruf dan kata-katanya
tetapi isi beritanya.
Beberapa contoh perbedaan penting dalam
hubungan dengan teks Torat /Pentatech antara versi LXX, Qumran (QUM) dan
Massoret (MSS) dan kutipan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) adalah misalnya teks
Ulg.32:8, Kel.1:5 dan Ulg.32:43.
Karena sudah terbukti bahwa kodeks yang
dipakai Drosnin bukan satu-satunya melainkan hanya salah satu dari sekian
banyak susunan huruf, maka tentu teka-teki silang Drosnin (2) jelas akan
menghasilkan berbagai-bagai versi. Dan, kalau kita mau jujur bila ada satu
huruf saja yang berbeda maka susunan kata-kata itu akan berubah apalagi kalau
perbedaan itu mencakup beberapa persen.
Dan dengan cara Drosnin itu tidak sukar
menemukan kata-kata sandi lainnya. Drosnin sendiri mengatakan bahwa kata Amir
baru ditemukan dalam lompatan 9 huruf setelah diketahui bahwa Amirlah pembunuh
Rabin karena ditemukan (hlm.27), padahal pada ilustrasi itu dapat dengan mudah
ditemukan sedikitnya 10 kata yang berbunyi Libia yang lebih dekat dan berurutan
huruf-hurufnya.
Apa arti kata ini, bukankah ini hanya
sekedar penafsiran semua penafsir dan dicocok-cocokan? Kasus yang sama tentang
pembunuhan Netanyahu (Bab-8, hlm.167dst) yang tidak benar kemudian dicari-cari
kata dan ditemukan kata "ditunda". Bila Netanyahu mati tentu kata ini
tidak dicari!
Kita juga harus menyadari bahwa huruf
bahasa Ibrani kuno tidak mempunyai huruf hidup (vokal) sehingga susunan
huruf-huruf mati bisa mempunyai berbagai arti bila diisi vokal berbeda. Kita
dapat menyimpulkan bahwa buku The Bible Code adalah buku yang tidak mengandung
kebenaran dan merupakan salah satu buku yang tergolong "sensasi akhir
zaman" yang tidak perlu dipercaya.
Eliyahu Rips pengguna pertama ELS
dengan komputer mengatakan bahwa "Drosnin berada pada dasar yang tidak
kuat, dan bukunya tidak mempunyai nilai apa-apa" (Newsweek, 16 Juni 1997).
Shlomo Sternberg, Rabbi Yahudi
sekaligus profesor matematika Universitas Harvard mengatakan bahwa buku itu
isinya "sepenuhnya omong kosong," karena naskah Ibrani sekarang tidak
sama huruf-demi-huruf dengan naskah asli yang sudah musnah dan banyak
salinan-salinannya yang bervariasi (Time, 9 Juni 1997), demikian juga Rabbi
Neil Gillman dari Jewish Theological Seminary di New York mengatakan bahwa
"Pengakuan bahwa Tuhan menempatkan sandi-sandi rahasia dalam Torat adalah
penyembahan berhala." (Newsweek, 16 Juni 1997).