ALASAN BABI HARAM UNTUK DIMAKAN

Assalamu'alaykum Wr. Wb.
Tuhan telah melarang dengan alasan yang akan dijelaskan secara singkat memakan daging bangkai, darah, daging babi dan daging binatang yang dicekik, dipukul, dibanting hingga mati, ditanduk dan dimangsa oleh binatang pemangsa.
Empat belas abad yang silam, ayat ini kedengarannya aneh dan mungkin beberapa kalangan sampai hari ini pun masih bertanya-tanya apa latar belakang pelarangan yang dikehendaki oleh sang Maha Kuasa ini sebenarnya.

Tapi berkat kemajuan ilmu dan teknologi dibidang kedokteran saat ini, setidaknya 175 mikro-organisme pathogenik diketahui menyebabkan penyakit didunia non-manusia. Penyakit-penyakit ini dinyatakan sebagai zoones.

Binatang yang berpenyakit, baik mati atau hidup, mengandung mikro-organisme ini dalam darah dan organ-organ lainnya.

Binatang yang telah dipukul atau digigit oleh binatang pemburu bisa menetaskan atau menderita penyakit yang ditularkan lewat gigitan, seperti rabies. Selain itu, bangkai binatang mati biasanya dikuasai atau didiami oleh berbagai mikro-organisme.

Darah, yang mengandung bakteri dan toksinnya, virus, bahan kimia, racun dan sebagainya, akan sangat berbagaya jika dimakan oleh manusia. Disinilah letak kearifan ayat-ayat al-Qur'an baru benar-benar bisa dimengerti.

Semuanya hanya ditujukan demi mencapai kemaslahatan hidup manusia seutuhnya, yang sehat lahir dan batin demi menjalankan tugasnya selaku pengelola planet bumi ini.

Tuhan juga menegaskan bahwa binatang tidak boleh dianiaya dan karenanya dilarang memakan daging binatang yang digunakan dalam upacara kurban musyrik atau ritus kedewaan yang pada umumnya dilakukan secara kejam dan brutal. Hal ini membina kesehatan rohani, yaitu untuk tidak terbiasa dengan prilaku yang kasar serta menumpahkan darah secara serampangan, mengasihi sesama makhluk Tuhan, sebab tidak mungkin Tuhan haus akan segala bentuk darah dan daging sesembahan.

Islam melalui ritual ibadah kurbannya pada setiap bulan haji mengajarkan bahwa hewan yang dikorbankan itu adalah hanya demi menunjang hidup masyarakat yang kurang mampu atau katakanlah hamba Allah yang papa dan tidak terbiasa mengkonsumsi daging karena memang tidak mampu untuk membelinya.

Daging babi telah diharamkan dengan alasan yang sangat tepat, sebab biasanya babi tertulari dengan cacing pita taenia solium. Penularan ini sudah sangat lazim dimasa lampau karena ternyata sangat sulit untuk mengontrol sekalipun dengan ilmu pengetahuan kita yang sudah maju sekarang ini. Penularan ini dapat ditemukan diseluruh dunia, khususnya di Eropa Barat, Amerika Tengah dan Selatan, Spanyol, Portugal, beberapa bagian Afrika, China dan India.

Taenia solium hanyalah salah satu cacing pita yang dapat menulari manusia. Taenia saginata terdapat pada lembu. Kedua jenis cacing pita ini menyebabkan sakit pada manusia yang mengikuti dua tahap siklus hidup cacing.

Tahap dewasa menghasilkan gejala gastrointestinal (radang usus) pada manusia, yang kebetulan menjadi rumah tetap bagi cacing pita dewasa, karena tubuh manusia memungkinkan cacing pita berkembang biak sempurna.

Pada tahap larva, cacing pita menembus mukosa intestinal dan hidup terus dalam jaringan tersebut selama jangka waktu yang berlainan. Ironinya, tubuh manusia dapat menopang larva (jentik) atau tahap menengah (Echinococcus Granulosus) dari cacing pita taenia solium yang ada pada babi.

Siklus cacing pita dimulai dengan memakan daging babi yang berpenyakit atau tertular yang mengandung larva dalam bentuk kista (Cysticercus). Larva ini merupakan sebuah kantung cairan yang mengandung kepala larva dan berdiameter beberapa sentimeter saja.

Ketika daging babi yang tertulari kista dikonsumsi, maka kistanya akan menetas dan larva akan melekat pada usus dengan kepalanya atau Scolex, yang dimaksudkan sebagai alat tambahan oleh sebuah Rostellum yang dikelilingi dengan sekelompok cantelan.

Bagian tubuh kista lainnya dapat berkembang hingga mencapai kepanjangan 10 atau 20 kaki. Kepalanya muncul dengan leher yang pendek, kemudian disusul dengan bagian tubuh lainnya. Bagian tubuh ini terbagi kedalam beberapa ruas (Proglottids) yang mengandung organ-organ reproduksi jantan dan betina.

Telur kemudian terbentuk, dibuahi dan kemudian dimasukkan kedalam usus atau kalau tidak ruas-ruasnya dilepaskan seluruhnya melalui kotoran. Baik telur maupun ruas dapat ditemukan dalam kotoran manusia. Ketika kotoran tersebut dimakan oleh Intermediate Host (misalnya Babi, anjing, kucing), maka telurnya akan berkembang menjadi larva yang berpindah tempat melalui usus babi keotot-ototnya dan organ-organ lainnya.

Human Cysticercosis terjadi melalui kontak dengan kotoran manusia yang mengandung telur taenia solium. Kita dapat tertulari melalui makanan atau air yang telah terkontaminasi oleh kotoran manusia atau jika mulut kita bersentuhan dengan dubur seseorang yang tubuhnya membawa cacing dewasa.

Gerakan Perstaltik usus yang terbalik juga bisa menyebabkan penularan didalam.
Tahap menengah (Cysticercus Cellulose) termasuk penetasan telur, menerobosnya larva dari dinding usus dan perubahannya menjadi kista yang mengandung kepala.

Diameter kista adalah 0,5-1 cm dan dapat hidup terus selama 3 hingga 5 tahun, dan setelah itu ia menjadi keras karena kapur. Meskipun kista-kista ini dapat berkembang dihampir setiap bagian tubuh, mereka biasanya mempengaruhi otak besar, ruang Subarachnoid didasar otak dan Ventricle (Bilik Jantung).

Orang yang tertulari akan menderita sakit kepala, kelumpuhan, kebutaan parsial dan epilepsi. Juga bisa mempengaruhi mata, jantung, hati dan limpa.

Binatang yang telah dicekik, dipukul, ditanduk, disantap oleh binatang buas atau dilumpuhkan hingga mati harus dianggap sebagai bangkai yang luka-lukanya mungkin mengandung infeksi yang membahayakan kesehatan.

Meskipun perintah dari ayat al-Qur'an melarang mengkonsumsi daging binatang yang sekarat atau yang tertular atau mayatnya, namun akal sehat tetap berlaku.
Misalnya, jika seseorang menderita kelaparan ditengah-tengah gurun pasir atau berada dalam lingkungan lainnya yang memaksa, maka ia boleh memakan daging yang ada untuk menyelamatkan kelangsungan hidupnya.

"Sesunguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih tidak atas nama Allah; namun barang siapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampau batas, maka sesungguhnya Allah maha Pengampun lagi Penyayang."
(Qs. an-Nahl 16:115)

Binatang dan burung yang telah dilatih oleh manusia untuk berburu biasanya tidak melukai mangsanya secara brutal dan tentunya telah dirawat baik kesehatannya, karena itu Allah memperbolehkan manusia memakan binatang yang ditangkap dengan cara ini asalkan tetap menyebut asma Allah didalamnya.

"Mereka menanyakan kepada kamu, "Apakah yang dihalalkan bagi mereka ?"; katakanlah: "Dihalalkan bagi kamu yang baik-baik dan apa yang kamu ajarkan pada binatang buruanmu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepada kamu; maka makanlah apa yang ditangkapnya untukmu; dan sebutlah nama Allah atasnya." (Qs. al-Maidah 5:4)

Dalam penyembelihan hewan pun, Islam mengatur tata pelaksanaannya secara ketat, dimulai dengan mengucapkan asma Allah yang Pengasih dan Penyayang dengan do'a agar menjadikan daging tersebut bersih dan murni (halal) secara agama, karena mengikuti pedoman pengorbanan binatang dengan kasih sayang dan dengan rasa sakit yang minimal.

Metoda ini juga membersihkan mayat binatang yang disembelih dari setiap toksin, bakteri, virus dan parasit yang menyebar dengan cara memotong urat darah tenggorokan pada salah satu sisi lehernya.

Tindakan ini memutuskan suplai darah ke otak dengan segera, sehingga binatang tidak akan merasa sakit selama waktu yang panjang. Metode ini juga memungkinkan jantung untuk terus berdegup dan dengan demikian mengosongkan urat-urat daging dan jaringan sistem peredaran darah.

Darah akan mengalir dari daerah urat darah yang dipotong, sehingga akan membersihkan otot-otot dan organ dalam dari darah dan bahan yang bisa membahayakan.

Demikianlah, semoga bermanfaat.
Diambil dari buku :
"Singgasana-Nya diatas air"
(His Throne Wa on Water)
Penciptaan Alam Semesta menurut al-Qur'an & Sains
Oleh Dr. Adel M.A. Abbas
Amana Publications Beltsvills, Maryland USA.
Cetakan pertama 1997 Lentera Basritama
Wassalam,

Artikel Terkait