Sebagaimana diketahui, manajemen memerlukan
informasi keuangan untuk berbagai tujuan.
Dengan informasi keuangan
itu manajemen dapat
melakukan analisis dan pengendalian
yang
lebih
baik
atas
aktivitas
bisnisnya. Tidak berbeda dengan bisnis lainnya, informasi keuangan juga diperlukan untuk keputusan ekonomis hotel, paling tidak mencakup: Laporan
Rugi-Laba (Income Statement); Neraca (Balance Sheet) dan Laporan
Arus Kas (Cash Flow Statement).
Menurut Wiyasha
(2007:
27-28),
sistem
akuntansi yang
lazim diterapkan di industri perhotelan adalah
Uniform System of Account for Hotel (USAH). Sistem ini awalnya dikembangkan di Amerika Serikat (1925) oleh perhimpunan pengusaha
hotel. Dengan sistem USAH ini hotel dapat memperoleh beberapa manfaat yang diantaranya
adalah keseragaman dalam pemahaman
istilah yang lazim digunakan di bisnis perhotelan. Misalnya istilah house profit yang berarti laba seluruh departemen dikurangi biaya departemen yang bersangkutan yang dikurangi undistributed expenses. Dengan
demikian,
akuntansi keuangan hotel merupakan
akuntansi departemental. Artinya setiap departemen hotel melaporkan hasil operasinya
pada periode tertentu.
Departemen hotel biasanya
terdapat dua kelompok, yaitu: departemen
yang menghasilkan penjualan atau
pendapatan (revenue generating departments)
seperti front office yang menghasilkan penjualan kamar dan departemen makanan dan minuman (food
& beverage) yang menghasilkan
penjualan makanan dan minuman;
dan departemen yang tidak menghasilkan penjualan atau hanya menyerap biaya operasional saja untuk mendukung
dan melayani operasional departemen yang menghasilkan
penjualan (non- revemue generating
departments), misalnya personalia, pemasaran,
pemeliharaan, dan tata graha.
Telah dikemukakan bahwa sistem akuntansi hotel berdasarkan
departemen. Satu di antara laporan
keuangan yang penting
adalah laporan rugi-laba. Pengertian
yang dikemukakan
Baridwan (2000: 30) adalah sebagai berikut:
Laporan rugi laba adalah suatu laporan yang menunjukkan
pendapatan-pendapatan dan biaya-biaya
dari suatu unit usaha untuk suatu periode tertentu. Selisih antara pendapatan
pendapatan dan biaya-biaya merupakan laba yang diperoleh atau rugi yang
diderita oleh perusahaan. Laporan rugi laba yang kadang kadang disebut laporan penghasilan atau laporan pendapatan dan biaya merupakan laporan
yang memunjukkan kemajuan keuangan perusahaan dan juga tali penghubung dua neraca yang
berurutan.
Sebagai industri jasa, hotel memiliki
laporan keuangan yang sesuai dengan aktifitas bisnisnya. Dalam usaha
perhotelan, secara akuntansi,
penjualan produk atau jasa yang ditawarkan
mempunyai harga pokok sendiri. Soewirjo (2000: 52) membaginya dalam tiga
golongan, yaitu:
1) Primary sale: pendapatan yang berdiri sendiri, termasuk:
• Room sale
• Rental
2)
Drived sale: pendapatan
akibat primary sale, dengan adanya tamu di hotel
akan diraih:
• Food sale
• Beverage sale
• Telephone/Fac sale
• Laundry & Dry Cleaning and Valed
sale
• Other income
3) Independent sale: pendapatan yang tidak berasal dari tamu
yang menginap, melainkan
dari
tamu yang
hanya menggunakan jasa pemakaian
restoran,
swimming
pool,
banquet,
outside catering
Berdasarkan pengelompokkan produk yang ditawarkan
sebuah hotel, bahwa pendapatan utama
sebuah hotel berasal dari penjualan
kamar dan sewa ruangan lainnya,
seperti meeting room, baik
untuk pertemuan terbatas seperti seminar, pelatiham, maupun untuk
pertemuaan yang melibatkan
banyak undangan seperti acara resepsi perkawinan
dan jenis pertemuan lainnya.
Dengan adanya orang
yang menginap, maka kemungkinan terjadi penjualan ikutan (drived sale) seperti:
makanan dan minuman yang dapat
mereka pesan dari kamar ataupun pergi ke restoran atau
café bar untuk dinikmati di tempat. Selain makanan,
hotel hotel berbintang biasanya menyediakan jasa laundry dan
valet parking.
Kedua jenis jasa terakhir ini
lebih bersifat sebagai jasa yang harus
mereka sediakan untuk kenyamanan
konsumennya, sekalipun hanya sebagian kecil konsumen in-side yang memintanya.
Selain penjualan kamar,
juga terdapat pendapatan utama lainnya seperti sewa ruangan dengan
beberapa ukuran yang dapat dipergunakan untuk pertemuan pertemuan. Pertemuan pertemuan
tersebut sudah tentu memerlukan
makanan dan minuman.
Dalam
hal ini terdapat kebijakan hotel
yang
bervariasi. Ada yang menyewakan ruangan
satu paket dengan makanan dan minaman dan
pihak penyewa di larang membawa makanan dan minuman dari
luar, dan ada pula membuat
kebjiakan yang membebaskan penyewa
untuk mengambil catering dari luar.
Dari sewa ruangan ini, sedikit
atau banyak juga menghasilkam
penjualan ikutan, yakni makanan dan minuman
Penjualan
bebas dilakukan, mengingat sudah
tersedia fasilitas standar yang
dapat ditawarkan ke umum seperti restoran kolam renang, fitness center dan banquet. Penjualan ini menambah pendapatan hotel, penjualan kamar
dan sewa ruangan tetap merupakan produk
utama yang ditawarkan sebuah hotel. Dengan demikian, maka ada laporan
rugi-laba
depertamen kamar, departemen makanan
dan
minuman,
dan departemen lainnya. Format dan bentuk laporan rugi-laba
hotel
mencakup
seluruh
penjualan
dan
laporan
keuangan setiap departemen. Menurut Wiyasha (2007: 29-31), elemen-elemen
laporan rugi-laba hotel adalah
sebagai berikut:
1) Penjualan
2) Harga Pokok (Cost of Sales)
dan Biaya Operasional
Departemen
3) Laba Departemental
4) Biaya Operasional yang
Tidak Didistribusikan
(Undistributed Operating
Expenses)
5) Biaya Tetap
6) Pajak Penghasilan
7) Laba Bersih.
Penjualan terbagi dalam penjualan setiap departemen. Disini diasumsikan bahwa hotel menawarkan
jasa kamar, makanan dan minuman,
dan berbagai jasa lain seperti komunikasi
(telepon, faksimil & internet), dan
cucian (laundry). Jika menurut Soewiryo tersebut
di atas, penjualan
jasa kepada tamu ini disebut
sebagai derived sale, maka istilah lain yang lazim, disebut juga dengan minor
operated department (Wiyasha,
2007: 29).
Harga pokok (cost of sales) dan biaya operasi
departemen adalah keseluruhan biaya
yang diserap oleh departemen yang
bersangkutan untuk menghasilkan
penjualan di departemen tersebut (department expenses).
Laba departemental merupakan selisih seluruh penjualan departemen dengan harga pokok dan biaya
biaya yang terjadi. Departemen kamar (Room
department) misalnya menghasilkan laba
setelah hasil penjualan
dikurangi dengan seluruh biaya
yang terjadi di departemen kamar. Pendekatan yang sama
diterapkan pula pada departemen lain.
Biaya biaya operasional yang tidak didistribusikan
atau oleh USAH
disebut dengan Undistributed Operating Expenses adalah
biaya yang tidak didistribusikan ke departemen yang
menghasilkan penjualan, namun
diserap untuk departemen yang bersangkutan. Misalnya biaya yang terjadi di departemen Administrasi & Umum (Administrative & General = A&G
Department, Biaya Pemasaran, Biaya Operasi Properti dan Pemeliharaan
serta Energi atau disingkat
POMEC (Property Operation and Maintenance,
Energy Cost)
Biaya tetap mencakup biaya biaya yang tidak dipengaruhi oleh aktifitas
atau volume bisnis
hotel. Antara lain:
gaji manajemen, asuransi, bunga, depresiasi dan amortisasi
Biaya tersebut bisa saja berubah.
Misalnya biaya bunga yang menurun
setiap bulan, namun
bukan karena dipengaruhi oleh.tingkat hunian kamar hotel yang berubah setiap bulan, melainkan
karena sistem pembayaran
bunga yang diterapkan adalah bunga menurun.
Dengan adanya
laba seluruh departemen, dikurangi dengan Undistributed Expenses dan
Fixed Cost, maka diperoleh laba sebelum pajak. Berdasarkan laba sebelum pajak ini, dapat diperhitungkan PPh yang
mengurangi laba sebelum pajak,
sehingga dihasilkan laba bersih.
Perlu diketahui, jika dalam
perusahaan manufaktur, komponen biaya di luar biaya tenaga kerja dan biaya bahan baku disebut
dengan biaya umum pabrik atau overhead pabrik. Dalam industri perhotelan (dan restoran),
yang dimaksud dengan biaya overhead
adalah biaya-biaya yang tidak disitribusikan dan biaya tetap sebagaimana dijelaskan tersebut diatas. Dengan demikian,
overhead cost merupakan biaya tidak langsung bagi departemen hotel yang menghasilkan pendapatan (Wiyasha,
2007: 189).