Telah umum dalam
pemahaman orang-orang Kristen bahwa Tuhan dikonsepkan menjadi 3 oknum, yaitu :
Tuhan Bapa (God the Father), Tuhan anak (Jesus the Christ) dan Tuhan Roh Kudus
(The Holy Spirit); Dan ketiga-tiga oknum ini didalam keyakinan mereka merupakan
sehakikat dan satu dalam kesatuannya.
Adanya kehadiran
Jesus yang disebut sebagai Tuhan anak (The Son of God) didalam salah satu unsur
ke-Tuhanan Kristen, tidak hanya dipandang sebagai kiasan (metafora), namun
lebih cenderung dalam arti yang sebenarnya. Oleh karena perkataan Tuhan anak
disini digunakan dalam arti yang sebenarnya, maka perkataan “Tuhan Bapa”
disini seharusnya juga digunakan pula dalam arti "Bapa" yang
sesungguhnya, sebab dengan demikian pemahaman ini menjadi benar.
Namun hal ini akan
menjadikan suatu hal yang mustahil untuk dapat diterima oleh akal sehat !
Karena diri
"anak" yang sebenarnya dari sesuatu, adalah mustahil akan memiliki
suatu zat dengan diri sang "Bapa" yang sesungguhnya dari sesuatu itu
juga.
Sebab pada ketika
"zat" yang satu itu disebut anak, tidak dapat ketika itu juga
"zat" yang satu ini disebut sebagai Bapa. Begitupula sebaliknya,
yaitu pada ketika zat yang satu itu disebut sebagai Bapa, tidak dapat ketika
itu kita sebut zat yang sama ini sebagai anak dari Bapa itu.
Ketika zat yang satu
ini kita sebut sebagai Bapa, maka dimanakah zat anak ?
Tentunya kita semua sepakat bahwa kata apapun yang kita pakai dalam membicarakan Tuhan itu semata sebagai pengganti kata DIA (yaitu kata ganti yang tentu saja memang ada kata yang digantikannya, dan kata ZAT dalam konteks pembicaraan kita disini bukanlah kata zat yang dapat dibagi menjadi zat zair, padat dan gas.
Tentunya kita semua sepakat bahwa kata apapun yang kita pakai dalam membicarakan Tuhan itu semata sebagai pengganti kata DIA (yaitu kata ganti yang tentu saja memang ada kata yang digantikannya, dan kata ZAT dalam konteks pembicaraan kita disini bukanlah kata zat yang dapat dibagi menjadi zat zair, padat dan gas.
Oleh karena dunia
Kristen memiliki konsep pluralitas Tuhan dalam satu zat, maka disini telah
terjadi suatu dilema yang sukar dan untuk menjawab hal ini, mereka selalu
melarikan diri pada jawaban : "Misteri Tuhan yang sulit diungkapkan."
Suatu pernyataan yang
mencoba menutupi ketidak berdayaan penganut Kristen didalam memberikan
pemahaman mengenai doktrin keTuhanan mereka yang bertentangan dengan akal
sehat.
Disatu sisi mereka
memberikan kesaksian akan ke-Esaan dari Allah, namun pada sisi lain mereka juga
dipaksa untuk menerima kehadiran unsur lain sebagai Tuhan selain Allah yang
satu itu, logikanya adalah, jika disebut zat Tuhan Bapa lain dari zat Tuhan
anak, maka akan nyata pula bahwa Tuhan itu tidak Esa lagi tetapi sudah menjadi
dua (dualisme keTuhanan dan bukan Monotheisme).
Begitu pula dengan
masuknya unsur ketuhanan yang ketiga, yaitu Roh Kudus, sehingga semakin
menambah oknum ketuhanan yang satu menjadi tiga oknum yang berbeda satu dengan
yang lainnya sehingga mau tidak mau pengakuan tentang ke-Esaan Tuhan (prinsip
Monotheisme) akan menjadi sirna.
Khusus mengenai diri
Tuhan Roh Kudus sendiri, didalam kitab Bible (di-Indonesia sering disebut
al-kitab) kadangkala digambarkan sebagai api, sebagai burung dan lain
sebagainya. Dan Tuhan Roh Kudus ini menurut kitab Perjanjian Lama (bagian awal
dari al-Kitab) sudah seringkali hadir ditengah-tengah manusia, baik sebelum
kelahiran Jesus, masa keberadaan Jesus ditengah para murid-muridnya hingga
masa-masa setelah ketiadaan Jesus pasca penyaliban.
Dan menghadapi hal
ini, kembali kita sebutkan bahwa unsur Tuhan sudah terpecah kedalam tiga zat
yang berbeda. Sebab jika tetap dikatakan masih dalam satu zat (satu kesatuan),
maka ketika itu juga terjadilah zat Tuhan Bapa adalah zat Tuhan anak kemudian
zat Tuhan anak dan zat Tuhan Bapa itu adalah juga zat dari Tuhan Roh Kudus.
Pertanyaannya
sekarang, sewaktu zat yang satu disebut Bapa, dimanakah anak ?
Dan sewaktu zat yang yang satu disebut sebagai Tuhan anak, maka dimanakah Tuhan Bapa serta Tuhan Roh Kudus ? Oleh sebab itu haruslah disana terdapat tiga wujud Tuhan dalam tiga zat yang berbeda.
Dan sewaktu zat yang yang satu disebut sebagai Tuhan anak, maka dimanakah Tuhan Bapa serta Tuhan Roh Kudus ? Oleh sebab itu haruslah disana terdapat tiga wujud Tuhan dalam tiga zat yang berbeda.
Sebab yang
memperbedakan oknum yang pertama dengan oknum yang kedua adalah ‘keanakan’
dan ‘keBapaan’. Sedang anak bukan Bapa dan Bapa bukan anak !
Jadi nyata kembali bahwa Tuhan sudah tidak Esa lagi.
Oleh karena itulah
setiap orang yang mau mempergunakan akal pikirannya dengan baik dan benar akan
menganggap bahwa ajaran Trinitas, bukanlah bersifat Monotheisme atau
meng-Esakan Tuhan melainkan lebih condong kepada paham Polytheisme (sistem
kepercayaan banyak Tuhan).
Dengan begitu, maka
nyata sudah bahwa ajaran itu bertentangan dengan ajaran semua Nabi-nabi yang
terdahulu yang mengajarkan bahwa Tuhan itu adalah Esa dalam arti yang
sebenarnya.
Kita dapati dari
kitab Perjanjian Lama, Perjanjian Baru (khususnya 4 Injil) sampai kepada kitab
suci umat Islam yaitu al-Qur'an, tidak didapati konsep pluralitas ketuhanan
sebagaimana yang ada pada dunia Kristen itu sendiri.
Pada masanya, Adam
tidak pernah menyebut bahwa Tuhan itu ada tiga, demikian pula dengan Abraham,
Daud, Musa, dan nabi-nabi sebelum mereka sampai pada Jesus sendiri juga tidak
pernah mengajarkan asas ke-Tritunggalan Tuhan, apalagi dengan apa yang
diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw.
Lebih jauh lagi bila
kita analisa konsep Trinitas ini menyebutkan bahwa oknum Tuhan yang pertama
terbeda dengan Ke-Bapaan, karena itu ia disebut sebagai Tuhan Bapa (Dia
dianggap sebagai Tuhan yang lebih tua), sementara oknum Tuhan kedua terbeda
dengan Keanakan yang lahir menjadi manusia bernama Jesus dalam pengertian singkatnya
bahwa Tuhan anak baru ada setelah adanya Tuhan Bapa, karena itu ia disebut
sebagai sang anak.
Hal yang paling
menarik lagi adalah tentang oknum Tuhan ketiga yaitu Roh Kudus yang justru
terbeda sifatnya dengan keluarnya bagian dirinya dari Tuhan Bapa dan Tuhan
anak, sehingga Bapa bukan anak dan anak bukan pula Bapak atau Roh Kudus.
Apabila sesuatu
menjadi titik perbedaan sekaligus titik keistimewaan pada satu oknum, maka
perbedaan dan keistimewaan itu harus juga ada pada zat oknum tersebut. Misalnya,
satu oknum memiliki perbedaan dan keistimewaan menjadi anak, maka zatnya harus
turut menjadi anak.
Artinya zat itu
adalah zat anak, sebab oknum tersebut tidak dapat terpisah daripada zatnya
sendiri. Apabila perbedaan dan keistimewaan itu ada pada zatnya, maka ia harus
adapula pada zat Tuhan, karena zat keduanya hanya satu.
Oleh karena sesuatu
tadi menjadi perbedaan dan keistimewaan pada satu oknum maka ia tidak mungkin
ada pada oknum yang lain.
Menurut misal tadi,
keistimewaan menjadi anak tidak mungkin ada pada oknum Bapa.
Apabila ia tidak ada pada oknum Bapa, maka ia tidak ada pada zatnya.
Apabila ia tidak ada pada zatnya, maka ia tidak ada pada zat Allah.
Karena zat Bapa dengan zat Tuhan adalah satu (unity).
Apabila ia tidak ada pada oknum Bapa, maka ia tidak ada pada zatnya.
Apabila ia tidak ada pada zatnya, maka ia tidak ada pada zat Allah.
Karena zat Bapa dengan zat Tuhan adalah satu (unity).
Dengan demikian
terjadilah pada saat yang satu, ada sifat keistimewaan tersebut pada zat Tuhan
dan tidak ada sifat keistimewaan itu pada zat Tuhan.
Misalnya, Tuhan anak
lahir menjadi manusia.
Apabila Tuhan anak menjadi manusia, maka zat Tuhan Bapa harus menjadi manusia karena zat mereka satu (sesuai dengan prinsip Monotheisme). Namun kenyataannya menurut dunia kekristenan bahwa Tuhan Bapa tidak menjadi manusia. Dengan demikian berarti zat Tuhan Allah tidak menjadi manusia.
Maka pada saat zat
Tuhan Allah akan disebut menjadi manusia dan zat Tuhan Allah tidak menjadi
manusia, maka ini menjadi dua yang bertentangan dan suatu konsep yang mustahil.
Ajaran Trinitas yang
mengakui adanya Tuhan Bapa, Tuhan anak dan Tuhan Roh Kudus hanya dapat
dipelajari dan dapat diterima secara baik hanya jika dunia Kristen
mendefenisikannya sebagai 3 sosok Tuhan yang berbeda dan terlepas satu sama
lainnya, dalam pengertian diakui bahwa Tuhan bukan Esa, melainkan tiga
(Trialisme).
Siapapun tidak akan
menolak bahwa Tuhan bersifat abadi, Alpha dan Omega, tidak berawal dan tidak
berakhir, namun keberadaan Tuhan yang menjadi anak dan lahir dalam wujud
manusia telah memupus keabadian sifat Tuhan didalam dunia Kristen, karena nyata
ada Bapa dan ada anak alias telah ada Tuhan pertama yang lebih dulu ada yang
disebut sebagai Tuhan tertinggi dan ada pula Tuhan yang baru ada setelah Tuhan
yang pertama tadi ada.
Akal manusia dapat
membenarkan, jika Bapa dalam pengertian yang sebenarnya harus lebih dahulu ada
daripada anaknya.
Akal manusia akan
membantah bahwa anak lebih dahulu daripada Bapa atau sang anak bersama-sama ada
dengan Bapa, sebab bila demikian adanya tentu tidak akan muncul istilah Bapa
maupun anak.
Apabila Tuhan Bapa
telah terpisah dengan Tuhan anak dari keabadiannya, maka Tuhan anak itu tidak
dapat disebut ‘diperanakkan’ oleh Tuhan Bapa. sebab Tuhan Bapa dan Tuhan anak ketika itu
sama-sama abadi, Alpha dan Omega, sama-sama tidak berpermulaan dan tidak ada
yang lebih dahulu dan yang lebih kemudian hadirnya.
Apabila ia disebut diperanakkan,
maka yang demikian menunjukkan bahwa ia adanya terkemudian daripada Bapa.
Karena sekali lagi, anak yang sebenarnya harus ada terkemudian daripada Bapa
yang sebenarnya.
Apabila antara Tuhan
Bapa serta Tuhan anak telah terbeda dari kekekalan, maka Tuhan Roh Kudus pun
telah terbeda pula dari kekekalannya masing-masing, mereka bukan satu kesatuan
tetapi 3 unsur yang berbeda.
Kenyataan ini justru
didukung penuh oleh kitab Perjanjian Baru sendiri, bukti pertama bisa kita baca
dalam Injil karangan Matius pasal 3 ayat 16 sampai 17 :
"Sesudah
dibaptis, Jesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka
dan ia (Jesus) melihat Roh Allah seperti burung merpati hinggap ke atasnya,
lalu terdengarlah suara dari sorga (apakah sorga = langit? :-red) yang
mengatakan: "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku
berkenan." (Matius 3:16-17)
Pada ayat diatas
secara langsung kita melihat keberadaan 3 oknum dari zat Tuhan yang berbeda
secara bersamaan, yaitu satu dalam wujud manusia bernama Jesus dengan status
Tuhan anak, satu berwujud seperti burung merpati (yaitu Tuhan Roh Kudus) dan
satunya lagi Tuhan Bapa sendiri yang berseru dari sorga dilangit yang sangat
tinggi.
Dengan berdasar bukti
dari pemaparan Matius diatas, bagaimana bisa sampai dunia Kristen
mempertahankan argumentasi paham Monotheisme didalam sistem ketuhanan mereka ?
Bukti lainnya yang
menunjukkan perbedaan antara masing-masing zat Tuhan didalam dunia Kristen yang
semakin membuktikan keterpisahan antara Tuhan yang satu dengan Tuhan yang
lainnya dalam kemanunggalan mereka.
"Maka kata Jesus
sekali lagi: Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus aku,
demikian juga sekarang aku mengutus kamu !; dan sesudah berkata demikian, ia
(Jesus) menghembusi mereka dan berkata: "Terimalah Roh Kudus"
!." (Johanes 20:21-22)
Ayat Johanes diatas
sebagaimana juga Matius pasal 3 ayat 16 dan 17, memaparkan mengenai keterbedaan
zat Tuhan anak dan Tuhan Roh Kudus sehingga semakin jelas bahwa antara Tuhan
Bapa, Tuhan anak dan Tuhan Roh Kudus tidak ada ikatan persatuan dan tidak dapat
disebut Tuhan yang Esa, masing-masing Tuhan memiliki pribadinya sendiri, inilah
sistem kepercayaan banyak Tuhan (Pluralisme ketuhanan) sebagaimana juga yang
diyakini oleh orang-orang Yunani maupun Romawi tentang keragaman dewa-dewa
mereka.
Konsep ini sama
dengan konsep 3 makhluk bernama manusia, ada si Amir sebagai Bapa, ada si Jhoni
sebagai anak dan adapula si Robin, ketiganya berbeda pribadi namun tetap
memiliki kesatuan, yaitu satu dalam wujud, sama-sama manusia, tetapi apakah
ketiganya sama ? Tentu saja tidak, mereka tetaplah 3 orang manusia.
Tuhan Bapa, Tuhan
anak maupun Tuhan Roh Kudus adalah sama-sama Tuhan namun mereka tetap 3 sosok
Tuhan yang berbeda, inilah sebenarnya konsep yang terkandung dalam paham
Trinitas atau Tritunggal pada dunia Kristen.
Sebagai akhir dari
Bab ini, maka kita kemukakan dua hal penting lain sebagai pengantar pemikiran
kritis bagi orang-orang yang meyakini ide Trinitas dan mempercayai akan
kemanunggalan Jesus dengan Allah.
Pertama, dunia
Kristen Trinitas meyakini bahwa Jesus merupakan anak Tuhan sekaligus Tuhan itu
sendiri yang lahir menjadi manusia untuk menerima penderitaan diatas kayu salib
demi menebus kesalahan Adam yang telah membuat jarak yang jauh antara Tuhan
dengan manusia.
Sekarang, bila memang
demikian adanya, bisakah anda menyatakan bahwa pada waktu penyaliban terjadi atas
diri Jesus maka pada saat yang sama Tuhan Bapa (Allah) telah ikut tersalibkan ?
Hal ini perlu
diangkat sebagai acuan pemikiran yang benar, bahwa ketika Tuhan telah
memutuskan diri-Nya untuk terlahir dalam bentuk manusia oleh perawan Mariah
maka secara otomatis antara Jesus dengan Tuhan Bapa tidak berbeda, yang disebut
Jesus hanyalah phisik manusiawinya saja tetapi isi dari ruhnya adalah Tuhan
sehingga hal ini menjadikan diri Jesus disebut Tuhan anak.
Dalam keadaan apapun
selama tubuh jasmani Jesus masih hidup dan melakukan aktivitas layaknya manusia
biasa, pada waktu itu Ruh Tuhan pun tetap ada dalam badan jasmani tersebut dan
tidak bisa dipisahkan, sebab jika Ruh Tuhan telah keluar dari badan kasarnya
maka saat itu juga Jesus mengalami kematian, karena tubuh jasmani telah
ditinggalkan oleh ruhnya.
Jadi logikanya,
sewaktu tubuh jasmaniah Jesus disalibkan, maka zat Tuhan juga telah ikut
tersalib, artinya secara lebih gamblang, Tuhan Bapa telah ikut disalib pada
waktu bersamaan (sebab mereka satu kesatuan).
Pada waktu tubuh
jasmani Jesus bercakap-cakap dengan para murid serta para sahabat lainnya maka
pada waktu yang bersamaan sebenarnya Tuhan-lah yang melakukannya dibalik wadag
tersebut.
Dan sekarang bila
Jesus mengalami kejadian-kejadian tertentu seperti mengutuki pohon Ara karena
rasa laparnya namun ia tidak menjumpai apa-apa disana selain daun (Matius
21:18-19) maka hal ini menyatakan ketidak tahuan dari diri Jesus mengenai
segala sesuatu dan implikasinya bahwa Tuhan yang mengisi jiwa dari wadag manusia
Jesus pun bukanlah Tuhan yang sebenarnya, sebab ia tidak bersifat maha
mengetahui sedangkan pencipta alam semesta ini haruslah Tuhan yang mengenal
ciptaan-Nya sekalipun itu dalam wujud makhluk paling kecil dan hitam yang tidak
tampak secara kasat mata berjalan pada malam yang paling kelam sekalipun.
Dan pada waktu Jesus
merasa sangat ketakutan sampai peluhnya membasahi sekujur tubuhnya bagaikan
titik-titik darah yang berjatuhan ketanah (Lukas 22:44) maka pada saat yang
sama kita menyaksikan Tuhan yang penuh kecacatan, betapa tidak, Tuhan justru
frustasi dan kecewa sampai Dia mau mati (Matius 26:38) akibat ketakutan-Nya
kepada serangan para makhluk ciptaan-Nya sendiri yang seharusnya justru menjadi
lemah dan bukan ancaman menakutkan dimata Tuhan.
Dan didetik-detik
tersebut kita dapati pada Matius pasal 26 ayat 36 sampai 39 Jesus telah
memanjatkan doa yang ditujukan kepada Tuhan. Sungguh suatu kejanggalan yang
sangat nyata sekali, betapa Tuhan telah menjadi makhluk dalam bentuk manusia
dan Tuhan itu masih memerlukan bantuan dari pihak lain (dalam hal ini Tuhan itu
butuh bantuan Tuhan juga), disinilah sebenarnya kita melihat kenyataan bahwa
Jesus itu sendiri bukan Tuhan, dia hanyalah makhluk dan sebagai makhluk maka
seluruh dirinya terlepas dari unsur-unsur ketuhanan, baik jasmani maupun
rohaninya.
Karena itu dia pasti
membutuhkan bantuan Tuhan yang sebenarnya, Tuhan yang Maha Tahu, Tuhan yang
Maha Berkuasa atas segala sesuatu dari ciptaan-Nya serta Tuhan yang Maha Gagah.
Silahkan anda sebagai
penganut paham Trinitas memikirkan hal-hal ini secara lebih kritis lagi. Adapun
sekarang hal kedua yang ingin saya kemukakan sebagai penutup Bab pertama ini
adalah sehubungan kembali dengan dakwaan Trinitas akan kemanunggalan Jesus
dengan Tuhan dan mereka itu dianggap sebagai satu kesatuan, sehingga Jesus
disebut sebagai Tuhan itu sendiri (makanya dikenal sebagai Tuhan Jesus).
Dalam banyak kitab
dan pasal pada Perjanjian Baru, kita sebut saja misalnya Matius 26:64, Kisah
Para Rasul 7:55-56, Roma 8:34 dan sebagainya telah disebut bahwa Jesus sebagai
Tuhan anak telah duduk disebelah kanan Tuhan Bapa, artinya mereka berdua
(antara Tuhan Bapa dengan Tuhan anak) merupakan dua Tuhan yang berbeda,
tidakkah ini menyalahi sendiri konsep kemanunggalan Jesus pada Tuhan Bapa yang
diklaim oleh pihak Trinitas sendiri ?
Bukankah semakin
jelas kita melihat ada dua Tuhan dan bukan satu Tuhan, dan jika paham satu
Tuhan disebut sebagai Tauhid atau Monotheisme maka sistem banyak Tuhan (lebih
dari satu Tuhan) disebut sebagai Pluralisme Tuhan atau Polytheisme.
Semoga hal ini bisa
membawa anda kepada pemikiran yang benar, logis serta penuh kedamaian kembali
kepada ajaran yang bisa anda terima secara lurus... ISLAM.
Wassalam,